Jakarta, CNN Indonesia -- Demi membiayai proyek pembangunan infrastruktur hingga 2019 mendatang, calon pucuk pimpinan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso berencana menambah panjang daftar instrumen pasar modal sebagai sumber pendanaan.
Ia mengatakan, total dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan proyek infrastruktur hingga 2019 mencapai Rp4.700 triliun. Angka itu terbilang sangat jumbo dan tak dapat semata-mata dipenuhi hanya oleh dana perbankan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Likuiditas perbankan lama-lama juga akan tersedot, karena pengembalian dananya kan 5 tahun hingga 10 tahun. Likuiditas perbankan juga akan terganggu," ujarnya, Senin (5/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Makanya, OJK juga perlu memikirkan instrumen lainnya untuk menghindari terjadinya gangguan likuiditas perbankan. Ia menilai, pasar modal dapat menjadi sumber pembiayaan yang likuid karena tidak bergantung pada tingkat suku bunga.
"Jadi, kalau punya uang tidak bingung, tidak hanya bergantung pada deposito dan Surat Utang Negara (SUN)," terang dia.
Wimboh mencontohkan, salah satu instrumen yang dapat ditambah di pasar modal, yakni commercial paper atau surat berharga komersial. Instrumen ini dapat diartikan sebagai surat sanggup tanpa jaminan (unsecure debt) yang diterbitkan oleh perusahaan dan diperdagangkan melalui bank atau perusahaan efek dan bersifat jangka pendek.
Selain itu, sekuritisasi aset juga bisa dilakukan untuk mendapatkan pendanaan baru. Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga terus menggaungkan sekuritisasi aset untuk menjadi sumber pembiayaan bagi proyek infrastruktur.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sendiri telah memastikan adanya dua BUMN yang akan melakukan sekuritisasi aset. Salah satunya, yaitu PT Jasa Marga Tbk (JSMR) melalui asetnya di jalan tol ruas Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi).
Selain itu, Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga akan melakukan sekuritisasi aset di salah satu proyeknya, yaitu pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Suralaya, Banten.