Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Ken Dwijugiasteadi berjanji, tak akan mencari-cari kesaahan wajib pajak dan menagih pajak fiktif saat menggunakan kewenangannya melihat data keuangan nasabah lembaga jasa keuangan. DJP akan membuka data nasabah hanya dalam rangka pemeriksaan pajak.
Ken juga menegaskan, otoritas pajak akan secara profesional menjalankan kewenangannya yang dilandasi dasar hukum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Pemeriksaan Perpajakan.
"Tidak, kami tidak akan mencari-cari kesalahan. Tetapi, kami akan menemukan kesalahan," ucap Ken di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (6/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan komitmen tersebut, nasabah dan wajib pajak diharapkan tak khawatir jika perbankan nantinya secara otomatis melaporkan data keuangannya kepada DJP atau DJP meminta informasi melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurut Ken, pelaksanaan sistem keterbukaan dan akses pertukaran informasi (Automatic Exchange of Information/AEoI) ini tak akan gagal, seperti aturan keterbukaan transaksi kartu kredit yang sempat diwacanakan beberapa waktu lalu.
"Tidaklah, ini dasarnya undang-undang kok," tegas Ken.
Kendati demikian, Ken menyebut bahwa otoritas pajak belum memetakan skema pemeriksaan dari wewenang yang telah diperolehnya tersebut. Pasalnya, pemeriksaan perpajakan dari data keuangan nasabah sesungguhnya hanya mengecek kesesuaian pembayaran pajak dengan rekam rekening wajib pajak.
Namun, apabila telah sesuai, termasuk seluruh harta telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, DJP tak perlu lagi memeriksa rekening tersebut satu per satu.
"Tidak harus diperiksa, tidak wajib. Yang wajib diperiksa kalau ada data (wajib pajak yang masih kurang bayar pajak) dan belum masuk SPT," katanya.
Adapun, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Pemeriksaan Perpajakan, DJP memiliki wewenang untuk mengintip sekitar 2,3 juta rekening nasabah yang bersaldo mulai dari Rp200 juta sampai di atas batasan bagi orang pribadi.
Sedangkan, untuk data keuangan nasabah lembaga jasa keuangan yang berada di luar negeri, DJP memiliki wewenang untuk melihat rekening nasabah dengan saldo minimum US$250 ribu atau setara Rp3,3 miliar (berdasarkan nilai tukar atau kurs rupiah Rp13.300 per dolar Amerika Serikat).