Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bank Syariah Mandiri (BSM) bakal menggenjot segmen bisnis ritel selama ramadan dan jelang lebaran demi mendongkrak pembiayaan ritel. Segmen bisnis ritel perseroan terdiri dari pembiayaan mikro, gadai emas dan pembiayaan emas, pembiayaan rumah (BSM Griya) dan BSM Pensiun.
"Kami tahu ada beberapa sektor yang selama ini belum dioptimalkan untuk pertumbuhan ke ritel. Kami hati-hati sekali jangan sampai ini mengakibatkan Nonperforming Finance/NPF (pembiayaan bermasalah),” ujar Direktur Wholesale Banking BSM Kusman Yandi, Selasa (6/6).
Secara total, tahun ini, anak usaha PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menargetkan pertumbuhan pembiayaan baru sekitar Rp5 triliun atau menjadi Rp60,58 triliun. Target tersebut bukan isapan jempol, mengingat optimisme membaiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Segmen pembiayaan ritel BSM sendiri diharapkan tumbuh 15 persen menjadi sekitar Rp36 triliun atau lebih tinggi dari segmen wholesale banking yang dipatok meningkat 10 persen menjadi Rp26,84 triliun.
Adapun, untuk mencapai target di segmen wholesale banking, BSM akan fokus di sektor infrastruktur, plantation (kelapa sawit), lembaga pendidikan, dan rumah sakit.
Di segmen wholesale banking, BSM akan sinergi dengan induk usaha yang mempunyai pengalaman dan segmen nasabah wholesale banking yang kuat. Hal ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan segmen wholesale dengan risiko yang terkendali.
"Kami hanya akan masuk ke nasabah yang punya nama baik dan yang punya nama besar. Portofolio kami tidak ada pemain baru pasti, hanya pemain lama," jelas Yandi.
Dari sisi aset, BSM menargetkan pertumbuhan di atas 12 persen di sepanjang tahun ini. Per April 2017, aset BSM telah mencapai Rp83,11 triliun naik dibandingkan posisi aset pada April 2016 sebesar Rp71,70 triliun atau tumbuh 15,91 persen.
Adapun, pembiayaan per April 2017 mencapai Rp54,78 triliun atau tumbuh 7,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp51,05 triliun. Sementara, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh 16, 67 persen atau mencapai Rp73,91 triliun ketimbang April 2016 lalu yang hanya Rp63,36 triliun.
DPK yang dihimpun didominasi oleh dana murah, berupa tabungan dan giro, sebanyak 53,99 persen dari total DPK. Sementara sisanya mengendap di keranjang deposito.
"Dengan dana murah, cost of fund (biaya dana) BSM akan jadi lebih murah, sehingga bisa lebih kompetitif dalam penyaluran pembiayaan," pungkasnya.