OJK: Likuiditas Perbankan Masih Longgar

CNN Indonesia
Selasa, 09 Mei 2017 08:28 WIB
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad bahkan optimistis, kondisi likuiditas perbankan saat ini mampu menopang ekspansi kredit bank.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad bahkan optimistis, kondisi likuiditas perbankan saat ini mampu menopang ekspansi kredit bank. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar).
Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan likuiditas perbankan yang tercermin dari rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) masih dalam kondisi baik. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad optimistis, kondisi likuiditas perbankan mampu menopang ekspansi kredit.

"Besar LDR bergantung bank, tetapi secara keseluruhan masih punya ruangan yang cukup longgar," ujarnya saat ditemui di Auditorium Plaza Mandiri, Senin (9/5) malam.

Muliaman mengungkapkan, hingga saat ini, OJK masih memperkirakan pertumbuhan kredit sepanjang tahun akan berada di kisaran 9 persen hingga 12 persen. Namun, untuk mencapai target tersebut, bank tidak bisa hanya mengandalkan dana pihak ketiga (DPK). Bank perlu melakukan diversifikasi pendanaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pendalaman pasar modal kemudian menjadi penting, dalam hal tersedianya produk-produk di pasar modal, kemudahan di pasar modal, termasuk juga akses yang lebih mudah bagi Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah masuk ke pasar modal," imbuh Muliaman.

Senada dengan Muliaman, Josua Pardede, ekonom PT Bank Permata Tbk menyatakan, kondisi likuiditas perbankan saat ini masih cukup solid. Hal itu ditunjukkan oleh pertumbuhan DPK yang terus meningkat dan mencapai 22,2 persen per Februari 2017, termasuk kelebihan likuiditas (excess liquidity) perbankan yang mencapai Rp411 triliun yang ditempatkan pada Bank Indonesia (BI) per 4 Mei 2017.

Kredit yang disalurkan perbankan pada akhir Maret 2017 tercatat tumbuh 9,1 persen year on year atau lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya yang meningkat 8,4 persen. Kendati demikian, ia akui, penyaluran kredit pada kuartal I tahun 2017 relatif masih lambat seiring dengan masih lesunya belanja pemerintah serta aktivitas bisnis yang belum terlalu meningkat.

Lesunya aktivitas bisnis diperkuat oleh tren risiko kredit yang tercermin dari rasio kredit bermasalah (NPL) yang cenderung masih tinggi.

"Meskipun NPL relatif masih tinggi, permodalan perbankan cukup kuat dimana rata-rata rasio kecukupan modal bank saat ini sekitar 23 persen per Februari 2017. Selain itu, pencadangan yang dilakukan perbankan telah mencakup lebih dari 100 persen dari NPL,"tutur Josua melalui pesan singkat kepada cnnindonesia.

Lebih lanjut ia menjelaskan, meskipun program amnesti pajak telah berakhir dan ada ekspektasi kenaikan permintaan kredit, kondisi likuiditas perbankan di Indonesia masih terkendali (manageable), terutama setelah implementasi BI 7 Days Reverse Repo dan implementasi Giro Wajib Minium rata-rata (GWM Averaging).

"Ke depannya, dengan perbaikan fundamental ekonomi domestik serta masih atraktifnya investasi baik penanaman modal asing dan investasi portofolio, maka likuiditas pun diharapkan manageable dan tetap kuat di tengah kondisi ketidakpastian global," terang Josua.

Bank Mandiri Klaim Likuiditas Terkendali

Sementara itu, Direktur Wholesale Banking Bank Mandiri Royke Tumilar mengungkapkan, rasio pendanaan bank terhadap penyaluran kredit (LFR) Bank Mandiri saat ini ada di kisaran 90 persen atau masih di bawah ketentuan Bank Indonesia (BI), yakni 92 persen. Selain itu, Bank Mandiri juga memiliki kelebihan likuditas sebesar Rp 15 triliun.

"Kondisi likuditas kami saat ini masih bagus," tutur Royke dalam acara pertemuan investor dalam rangka Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) Obligasi Berkelanjutan I Bank Mandiri Tahap II.

Ke depan, seiring masuknya dana Obligasi Berkelanjutan I Bank Mandiri Tahap II yang ditargetkan mencapai Rp5 triliun, LFR Bank Mandiri diharapkan bisa terjaga hingga level 87-88 persen pada akhir tahun.

Terjaganya likuiditas merupakan hal penting bagi Bank Mandiri. Pasalnya, sepanjang tahun ini Bank Mandiri menargetkan ekspansi kredit kisaran 13 hingga 14 persen dibandingkan tahun lalu atau lebih tinggi dari perkiraan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yaitu 9-12 persen.

Ekspansi kredit tersebut juga mencakup kredit infrastruktur yang membutuhkan pendanaan jangka panjang. Karenanya, selain dari DPK, bank pelat merah ini juga sepatutnya mencari sumber pendanaan kredit lain, salah satunya obligasi.

"Kami mau issue (terbitkan) instrumen (pendanaan) apapun bergantung timing-nya," pungkasnya.

Sebagai catatan, Bank Mandiri mencatat penyalurkan kredit sepanjang tahun 2016 mencapai Rp662 triliun. Angka tersebut tumbuh 11,2 persen secara tahunan. Dari sisi penghimpunan DPK, tahun lalu Bank Mandiri mencatat pertumbuhan sebesar 12,7 persen dari Rp676,4 triliun menjadi Rp763,5 triliun.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER