Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun ini bisa mencapai 5,3 persen, atau dalam rentang asumsi dalam Rancangan APBN 2018 pemerintah, yang disepakati dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beberapa hari lalu, yakni di kisaran 5,2 persen sampai 5,6 persen.
Perwakilan Bank Dunia di Indonesia, Rodrigo Chaves menjelaskan, proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut dilihat Bank Dunia berdasarkan capaian pertumbuhan pada kuartal I 2017 yang sebesar 5,01 persen.
Capaian tersebut menunjukkan reformasi fundamental ekonomi Indonesia yang terjaga dan tumbuh baik. Selain itu, Bank Dunia juga melihat prospek ekonomi Indonesia di masa mendatang akan lebih baik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Reformasi struktural lebih lanjut akan meningkatkan prospek pertumbuhan dan pengembangan lebih lanjut," ujar Chaves dalam peluncuran laporan ekonomi per kuartal Bank Dunia di Energy Building, Kamis (15/6).
Dari segi indikator pertumbuhan ekonomi, Bank Dunia melihat, pertumbuhan di kuartal I 2017 lalu berhasil bangkit dari kuartal IV 2016 sebesar 4,9 persen lantaran adanya sokongan dari pertumbuhan ekspor, yang berhasil dimanfaatkan Indonesia, bersamaan dengan meningkatnya harga komoditas dunia.
Tercatat, pemulihan harga komoditas mampu membuat ekspor tumbuh hingga dua kali lipat dibandingkan kuartal IV 2016, dari kisaran 4,2 persen menjadi 8,0 persen.
Bahkan, peningkatan ekspor tersebut, menurut Bank Dunia, sukses mengompensasi ruang fiskal yang kendur dari indikator belanja pemerintah, meski indikator ini mulai pulih di awal tahun.
Hal tersebut, membuat Bank Dunia meyakini bahwa indikator ekspor masih akan berperan besar pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bank Dunia pun memprediksi, kinerja ekspor akan terus melonjak di tahun ini dan tetap kuat di tahun depan sehingga pertumbuhan ekonomi 2018 bisa lebih tinggi dibandingkan tahun ini.
Tak hanya ekspor, pertimbangan pertumbuhan ekonomi di tahun ini dan tahun depan, juga merujuk pada realisasi konsumsi swasta yang menguat. "Konsumsi swasta menguat 5,0 persen didukung oleh stabilnya nilai tukar rupiah dan inflasi yang terjaga," kata Chaves.
Untuk rupiah, Bank Dunia melihat kebijakan moneter dari Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan tingkat suku bunga acuan selama tujuh bulan berturut-turut, mampu membuat rupiah stabil.
Sedangkan inflasi, pemerintah dinilai cukup mampu menjaga inflasi meski lajunya sedikit tinggi lantaran ada penyesuaian tarif dasar listrik (TDL) secara tiga tahap di semester I 2017.
Kendati begitu, Bank Dunia memproyeksi, laju inflasi sampai akhir tahun berada di angka 4,3 persen atau masih sesuai dengan target inflasi menurut BI di rentang 3,0 persen sampai 5,0 persen.
Sementara, pertimbangan pertumbuhan ekonomi juga merujuk pada prospek ekonomi ke depan, di mana, menurut Bank Dunia, Indonesia bisa mendongkrak indikator investasi dengan memanfaatkan keuntungan dari kenaikan rating layak investasi yang diberikan oleh Standard and Poor's (S&P) beberapa waktu lalu.
"Investasi diperkirakan menguat karena adanya pemulihan harga komoditas yang terus berlanjut, meningkatnya kepercayaan investor yang didukung oleh kenaikan peringkat S&P, dan menurunnya tingkat suku bunga kredit komersial," jelas Chaves.
Kendati memiliki peluang peningkatan investasi, Bank Dunia melihat, Indonesia masiih memiliki pekerjaan rumah utama, yaitu menghapus daftar negatif investasi (DNI). Pasalnya, Bank Dunia melihat, hal ini sebagai salah satu hal penting yang menentukan aliran Penyertaan Modal Asing (PMA).
Oleh karenanya, pengurangan batasan DNI mejadi mutlak harus diselesaikan oleh pemerintah. Hal tersebut bisa dilakukan dengan merubah pengkhususan sektor tertentu bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan merubah persyaratan kandungan lokal serta menambah perjanjian perdagangan bebas.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai, proyeksi Bank Dunia tersebut memberikan sentimen positif kepada pemerintah untuk terus melakukan perencanaan fiskal yang lebih baik guna mengejar target pertumbuhan ekonomi di tahun ini dan tahun depan, khususnya dari sisi investasi.
"Ini rekomendasi yang sangat spesifik mengenai daftar negatif investasi yang mungkin harus ditelaah karena bisa menjadi satu halangan untuk investasi. Kami akan melihat area yang memang potensial bagi ekonomi Indonesia karena kami memang membutuhkan dana modal dari luar untuk bisa meningkatkan kapasitas," ucap Sri Mulyani yang turut hadir dalam peluncuran laporan Bank Dunia tersebut.