Remunerasi Pegawai Pajak Bergantung Prestasi dan Beban Kerja

CNN Indonesia
Selasa, 20 Jun 2017 11:03 WIB
Selama ini, prinsip pembagian tunjangan kinerja tak cukup adil karena kantor wilayah pajak satu dengan lainnya berbeda dalam merealisasikan penerimaan.
Selama ini, prinsip pembagian tunjangan kinerja tak cukup adil karena kantor wilayah pajak satu dengan lainnya berbeda dalam merealisasikan penerimaan. (REUTERS/Iqro Rinaldi).
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengubah skema pemberian tunjangan kinerja alias tukin pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Perubahan skema ini disebut-sebut dilandasi prinsip keadilan bagi seluruh pegawai pajak di seluruh Kantor Wilayah DJP di Indonesia.

Puspita Wulandari, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak mengatakan, selama ini, pemberian tukin pegawai pajak hanya berbasis realisasi penerimaan pajak yang berhasil dikumpulkan secara menyeluruh oleh DJP.

Padahal, ketika dijumlahkan, hasil 'kolekan' pajak tersebut masih belum mampu menutup 100 persen target yang dibidik pemerintah. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, jumlahnya hanya berhenti di kisaran 80 persen. Alhasil, pemberian tukin kepada pegawai pajak hanya sekitar 80 persen dari nilai maksimal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menilai, prinsip ini tak cukup adil bagi Kanwil yang berhasil memenuhi target penerimaan pajak mencapai 100 persen. Pasalnya, sekalipun telah maksimal, mereka hanya diapresiasi dengan tukin sebesar 80 persen menurut perhitungan sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai.

"Secara keseluruhan, DJP memiliki 341 kantor di mana ada kantor-kantor yang penerimaannya itu 100 persen, tetapi mereka harus menerima tukin sama dengan yang tidak 100 persen," kata Puspita di Kemenkeu, Senin (19/6).

Pertimbangan lain, beban kerja yang harus ditanggung oleh masing-masing Kanwil tidak sama. Sebut saja, Kanwil Khusus, Kanwil Madya, dan Kanwil Pratama, ketiganya memiliki beban yang tak sama dan kapasitas penanganan wajib pajak yang berbeda. Sehingga, perhitungan kinerja seharusnya perlu dibedakan.

"Misalnya, (posisi) AR dengan tingkat 11 di Kanwil Pratama, beda tukinnya dengan AR yang grade 11 di Kanwil lain. Lalu, berdasarkan klasifikasi wilayah, ada yang mahal, ada yang murah. Wilayah murah (setoran pajaknya), misalnya Solo, sedangkan Papua termasuk yang mahal," terang Puspita.

Kendati ada dua pertimbangan tersebut, namun ia menegaskan, penetapan skema pemberian tukin tetap akan mengacu pada Perpres 37/2015. Hanya saja, ada penambahan perhitungan atas dua pertimbangan tersebut.

Pemberian tukin juga merujuk pada pemberian berdasarkan tingkatan yang terdiri dari lima tingkatan: star, gold, average, under average, dan poor. Namun demikian, hal ini akan mempertimbangkan masukan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) yang telah memberikan evaluasinya.

Adapun, skema pemberian tukin pegawai pajak tersebut akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan segera diterbitkan jika telah mendapatkan persetujuan pengubahan skema pemberian tukin dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Harapannya, dengan skema baru, semua remunerasinya dibayarkan berdasarkan kinerja dan situasi yang lekat. Tentu, kinerja diukur secara individu dan lima layer (lapisan),” pungkasnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER