Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak ditutup melemah lebih dari 2 persen pada hari Rabu (21/6) waktu Amerika Serikat (AS) setelah sesi perdagangan yang bergejolak akibat pertumbuhan produksi AS dan pengurangan permintaan dari kilang-kilang China.
Dikutip dari Reuters, Energy Information Administration (EIA) melaporkan, persediaan minyak AS turun 2,7 juta barel dan sempat menopang harga minyak untuk sementara waktu. Namun, EIA juga melaporkan adanya produksi yang meningkat ke angka 9,35 juta barel per hari, mendekati produksi dari Rusia dan Arab Saudi.
EIA juga menyebut bahwa produsen minyak di AS menambah pengeboran selama 22 pekan berturut-turut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, investor juga tak termotivasi dengan penurunan permintaan dari aktivitas pengilangan di China, yang merupakan importir minyak mentah utama dunia.
Hasilnya, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) CLc1 ditutup melemah US$0,98 per barel ke angka US$42,53 per barel. Sementara itu, harga Brent LCOc1 melemah US$1,20 per barel ke angka US$44,82 per barel.
Harga minyak justru melemah 20 persen di paruh pertama 2017 meski organisasi negara-negara pengekspor minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) dan beberapa mitranya memangkas produksi 1,8 juta barel per hari sejak Januari. Pasalnya, produksi dari Libya dan Nigeria mengganggu upaya pembatasan produksi yang dilakukan rekan-rekan anggota OPEC lainnya.
Adapun, ekspor minyak mentah Nigeria ditarget meningkat 2 juta barel per hari di Agustus mendatang, tertinggi dalam 17 bulan terakhir.
Menanggapi kondisi ini, Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh mengatakan bahwa anggota OPEC akan mempertimbangkan pemangkasan produksi yang lebih dalam. Namun, kebijakan tersebut tidak akan dilakukan dalam jangka waktu dekat.