Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah akhirnya memutuskan untuk tidak menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) bagi pelanggan dengan kepasitas 900 Volt Ampere (VA) hingga akhir tahun ini. Padahal, kenaikan tarif listrik sedianya dilakukan secara bertahap setiap dua bulan. Pemerintah pun hingga kini sudah tiga kali menaikkan tarif, yakni pada 1 Januari, 1 Maret, dan 1 Mei kepada 19,1 juta pelanggan.
Kenaikan tarif listrik sendiri sempat membuat pemerintah dan Bank Indonesia (BI) waswas karena dapat mengerek naik infasi pada tahun ini. Andil komponen tarif listrik pada inflasi meningkat dari kisaran 0,19 persen di Januari 2017 menjadi dikisaran 0,93 persen pada Mei 2017.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengaku, keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif listrik merupakan buah aspirasi masyarakat dan kondisi ekonomi saat ini. Selain itu, harga energi primer, seperti batu bara dan gas yang diproyeksi turun juga turut menyumbang keputusan pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini sesuai arahan bapak Presiden, jadi tarif listrik per 1 Juli sampai 31 Desember itu tidak ada yang naik," ujar Jonan, Rabu (21/6).
Kenaikan tarif listrik semula dilakukan pemerintah agar subsidi lebih tepat sasaran dan tetap diperuntukkan bagi golongan yang lebih membutuhkan, yakni pengguna listrik berkapasitas 450 VA.
Pasalnya, dalam catatan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), jumlah penerima listrik bersubsidi membengkak menjadi 45 juta kepala keluarga. Padahal, data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyebutkan bahwa penerima listrik bersubsidi seharusnya sebanyak 23 juta kepala keluarga.
Kendati tarif listrik tak lagi naik hingga akhir tahun, kesanggupan pemerintah untuk memenuhi target inflasi tahun ini pada kisaran 3 persen hingga 5 persen masih dipertanyakan. Pasalnya, hingga Mei lalu saja, inflasi secara tahunan
(year-on-year/yoy) sudah mencapai 4,33 persen. Adapun secara tahun kalender
(year-to-date/ytd), inflasi tercatat sebesar 1,67 persen dan secara bulanan
(month-to-month/mtm) sebesar 0,39 persen.
 Foto: CNN Indonesia/Asfahan Yahsyi Data inflasi dan subsidi listrik |
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai pemerintah masih memiliki peluang untuk menjaga inflasi dalam rentang yang diharapkan. "Inflasi 0,39 persen ya sedikit tinggi itu. Artinya untuk mencapai target di bawah 5 persen masih oke, tapi terlalu tinggi," kata Darmin.
Untuk mampu mengejar target inflasi tersebut, pemerintah pun menurut dia, akan terus menekan harga pada komponen-komponen yang selama ini menyumbang inflasi. Seperti diketahui, pemerintah saat ini tengah berupaya menekan harga pangan agar tak bergejolak dan menargetkan inflasi pada komponen tersebut terjaga pada kisaran 4 persen hingga 5 persen.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, stabilnya tarif listrik pada enam bulan ke depan merupakan upaya pemerintah untuk kembali menjaga laju inflasi di tahun ini, yang sudah terlanjur membengkak sejak awal tahun.
Dengan stabilnya tarif listrik, Bhima melihat bahwa sumbangan komponen listrik terhadap inflasi bisa diturunkan, dari semula berada di rentang 0,19 persen sampai 0,93 persen menjadi 0,07 persen sampai 0,11 persen.
"Prediksi antara 0,07 persen sampai 0,11 persen terhadap inflasi bulanan. Posisinya seperti andil rata-rata bulanan pada Agustus-September 2016," kata Bhima kepada CNNIndonesia.com.
Bima bahkan memperkirakan inflasi
administered price akan berada di kisaran 0,3 persen. Hal ini, melihat tren pergerakan inflasi di Agustus-Oktober, yang merupakan masa-masa dengan realisasi inflasi rendah. Pasalnya, tak begitu banyak pengeluaran masyarakat di periode tersebut.
Adapun inflasi secara keseluruhan menurut dia, dapat terjaga dibawah 4,5 persen. Namun, selain didukung oleh batal naiknya tarif listrik juga perlu didukung oleh harga bahan bakar minyak yang tetap stabil.
"Jika pemerintah bisa menahan kenaikan harga listrik dan bahan bakar minyak di sisa enam bulan, ke depan inflasi total tahunan bisa terkendali di bawah 4,5 persen," tuturnya.
Disamping mempengaruhi inflasi, batalnya kenaikan tarif listrik juga dinilai dapat berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi.Bhima memperkirakan, daya beli masyarakat akan lebih kencang pada semester kedua.
Kendati demikian, Bhima memperkirakan, ekonomi Indonesia pada tahun ini hanya akan tumbuh pada rentang 5 persen hingga 5,08 persen, atau dibawah target pemerintah sebesar 5,1 persen.