Jakarta, CNN Indonesia -- Bursa efek di Jakarta berawal dari bursa saham yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanja pada 1912 sebagai cabang dari Bursa Efek Amsterdam. Setelah sempat tutup beberapa kali karena terjadinya perang, Bursa Efek Jakarta (BEJ) kembali dibuka pada 1977 dibawah pengasan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapeppam) yang kini telah beralih sebagai Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Saat itu, PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) yang dulu bernama PT Semen Cibinong Tbk menjadi emiten pertama yang tercatat di BEJ.
Sayang, pergerakan pasar modal di Indonesia lambat kala itu. Demi menghidupkan kembali dan lebih mengembangkan pasar modal, pemerintah pun menelurkan beberapa kebijakan di sektor keuangan, seperti Pakdes 1987, Pakdes 1988, dan Pakto 88.
Perkembangan pasar modal juga ditandai dengan dibukanya Bursa Efek Surabaya (BES) pada tahun 1989. Dengan demikian, ketika itu, bursa di Indonesia pun terbelah menjadi dua, yakni BEJ dan BES.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati jalannya sudah cukup panjang, titik tonggak Bursa Efek Indonesia (BEI) baru dimulai pada 13 Juli 1992 atau tepat 25 tahun yang lalu. Ini sejalan dengan swastanisasi atau perubahan bentuk Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebagai Perseroan Terbatas (PT). Perubahan tersebut membuat operasional dan pengelolaan BEJ dikendalikan oleh Anggota Bursa (AB) swasta dan pemerintah.
Pemerintah pada 2007 kemudian memutuskan untuk menggabungkan BEJ dan BES menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) agar dapat bersaing dengan Bursa di Asia Pasifik lainnya.
Penggabungan BEJ dan BES dilakukan pada era kepemimpinan Erry Firmansyah. Erry sendiri sudah menjabat sebagai Direktur Utama BEJ sejak 2002 dan diangkat kembali pada 2005. Ia kemudian menduduki jabatan tersebut selama transisi penggabungan kedua bursa tersebut dan menjadi Direktur Utama pertama BEI.
Ketika itu, menurut Erry, tingkat likuiditas di pasar modal terbilang masih kecil jika dibandingkan dengan posisi saat ini. "Kami mulai dengan Rp300 miliar per hari, 2009 itu Rp2,5 triliun per hari," kata Erry, Kamis (13/7).
Adapun rata-rata nilai transaksi pasar modal per hari saat ini atau posisi Mei 2017 berada di kisaran Rp8,21 triliun.
Sementara itu, infrastruktur pasar modal pada saat itu tidak terlalu berbeda saat ini. Pasalnya, perdagangan sudah menggunakan
Jakarta Automated Trading System (JATS), perdagangan tanpa warkat (C-BEST) dan otomasi kliring.
Masa jabatan Erry berakhir pada 2009. Erry digantikan oleh Ito Warsito yang selama dua periode atau hingga 2015, sebelum akhirnya digantikan oleh Tito Sulistio sampai saat ini.
Pada masa kepemimpinan Ito, jumlah investor diklaim tumbuh sekitar 160 ribu. Dengan demikian, pada akhir 2015, total investor mencapai sekitar 520 ribu.
Ito mengaku, kualitas emiten yang tercatat di BEI menjadi fokusnya selama menjabat dalam mengembangkan pasar modal. Hal ini terlihat dari jumlah emiten yang didelisting selama ini menjabat, yakni sebanyak 30 emiten.
"Fokus pada kualitas, keterbukaan informasinya,
free float dan tata kelola. Apapun itu, yang tidak bagus didelisting kalau sudah bagus kembali lagi," terang Ito.
Kini, BEI memiliki sebanyak 554 perusahaan publik yang tercatat. Sayang, sudah dua tahun ini target penambahan jumlah emiten tidak pernah tembus hingga BEI terpaksa menurunkan targetnya pada tahun lalu.
Di umurnya yang sudah mencapai 25 tahun, BEI diharapkan dapat menjadi wadah bagi perusahaan rintisan
(startup company) untuk mengembangkan usahanya. Sehingga, kesan elit yang selama ini tampak pada Bursa bisa menghilang secara bertahap.
"Sangat menarik kalau ada orang yang memiliki kredibilitas bagus, ide pebisnis yang bagus diberi kesempatan untuk go public," ucap Direktur Utama BEJ periode 1999-2002, Mas Achmad Daniri.