Terimbas Kelangkaan Garam, Inflasi Juli Diramal 0,35 Persen

CNN Indonesia
Senin, 31 Jul 2017 14:52 WIB
Proyeksi ini, masih lebih rendah dibandingkan capaian inflasi Juli 2016 sebesar 0,69 persen.
Meski kontribusinya terbilang kecil dibandingkan komoditas pangan lainnya, tapi kenaikan harga garam tetap menyumbang inflasi. (ANTARA FOTO/Basri Marzuki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Laju Indeks Harga Konsumen (IHK) pada sepanjang Juli 2017 diramalkan mengalami inflasi pada kisaran 0,18 persen sampai 0,35 persen secara bulanan (month-to-month/mtm). Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan capaian inflasi Juli 2016 sebesar 0,69 persen.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adinegara memproyeksi, inflasi Juli 2017 sebesar 0,35 persen, dengan kontribusi terbesar berasal dari komponen tingkat harga yang diatur pemerintah (administered price).

"Dampak kenaikan tarif dasar listrik dan kenaikan air PAM masih dirasakan hingga Juli, meskipun cenderung menurun tidak sebesar Juni," ujar Bhima kepada CNNIndonesia.com, Senin (31/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara, kontribusi dari komponen gejolak harga pangan (volatile foods) diperkirakan masih terjaga bersamaan dengan cukup stabilnya bahan pangan, baik dari sisi ketersediaan pasokan dan harga di pasar. Namun, menurutnya, komponen bahan pangan yang diprediksi mengalami gangguan ialah garam.

"Harga garam mengalami kenaikan harga dari minggu kedua Juli. Meski kontribusinya kenaikan harga garam terbilang kecil dibandingkan komoditas pangan lainnya tapi tetap menyumbang inflasi," jelas Bhima.
Selanjutnya, untuk komponen inflasi inti juga masih rendah. Namun, Bhima melihat, rendahnya komponen ini perlu diwaspadai karena mencerminkan lemahnya permintaan dari masyarakat.

Lalu, dari sisi jenis pengeluaran penyumbang inflasi terbesar berasal dari pendidikan dan biaya transportasi. Untuk pengeluaran pendidikan berasal dari biaya uang masuk sekolah anak tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang dibayarkan masyarakat. Jenis pengeluaran ini, menurut Bhima, memang menjadi pengeluaran rutin di bulan Juli.

Sedangkan dari biaya transportasi berasal dari pengeluaran angkutan arus balik Lebaran pada awal bulan dan musim libur yang biasa terjadi di bulan ini. Namun, sumbangannya diperkirakan tak begitu besar. "Kontribusi angkutan pasca lebaran biasanya di bawah 0,1 persen terhadap inflasi," kata Bhima.

Adapun dengan proyeksi tersebut, Bhima menilai, penjagaan inflasi yang stabil perlu sangat dipastikan pemerintah agar inflasi sampai akhir tahun tak menyentuh target inflasi yang direvisi pemerintah pada asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017 sebesar 4,3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).

Namun, menurut Bhima, realisasi inflasi secara tahunan sampai akhir 2017 ini bisa mencapai 4,5 persen. Pasalnya, masih ada kontribusi inflasi yang besar di Agustus dan Desember mendatang.

Sementara, ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan, inflasi Juli secara bulanan sebesar 0,18 persen, sehingga secara tahun kalender mencapai 3,84 persen. Adapun kontribusi terbesar berasal dari inflasi inti (core inflation). "Inflasi inti cenderung meningkat didorong oleh kenaikan biaya pendidikan seiring tahun ajaran baru sekolah," tutur Josua.

Sedangkan sumbangan dari administered price dan volatile foods terbilang menurun di Juli lalu. Penurunan kontribusi administered price lantaran berakhirnya kebijakan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) pada Juni lalu dan kembali normalnya tarif angkutan transportasi, baik angkutan udara, angkutan antar kota, dan kereta api, seiring menurunnya permintaan pasca lebaran.

Di samping itu, kontribusi volatile foods juga menurun lantaran berkurangnya permintaan komoditas pangan selepas lebaran. Beberapa harga pangan pada Juli, menurut Joshua, bahkan tercatat menurun. Harga beras misalnya, turun 0,2 persen secara bulanan, telur ayam turun 0,4 persen, dan minyak goreng turun 0,2 persen.

"Namun, tercatat juga beberapa komoditas yang cenderung meningkat. Cabai merah keriting naik 8,7 persen secara bulanan, bawang merah naik 15,5 persen dan daging ayam naik 1,4 persen," terang Josua.

Sementara, ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal memperkirakan, inflasi Juli sebesar 0,25 persen yang berasal dari komponen volatile foods dan jenis pengeluaran pendidikan meski tak begitu besar sumbangannya.

Sedangkan dari jenis pengeluaran transportasi imbas arus balik lebaran diperkirakan tak besar seperti halnya yang terjadi di Juni 2016 yang menjadi puncak arus balik. "Inflasi transportasi di Juni tahun lalu 0,23 persen, masih relatif rendah," kata Faisal.
Adapun sebelumnya Gubernur BI Agus DW Martowardojo memproyeksi, inflasi Juli sebesar 0,18 persen secara bulanan dan sebesar 3,84 persen secara tahun berjalan dengan sumber kontribusi dari tarif angkutan udara dan angkutan antar kota.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER