Struktur Industri 'Berlubang', Potensi Nilai Tambah Hilang

CNN Indonesia
Kamis, 03 Agu 2017 16:26 WIB
Bank Indonesia menilai minimnya industri menengah menimbulkan hilangnya potensi untuk meningkatkan nilai tambah.
Bank Indonesia menilai minimnya industri menengah menimbulkan hilangnya potensi untuk meningkatkan nilai tambah. (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menyatakan melihat terdapat 'lubang' pada struktur industri manufaktur akibat minimnya pelaku industri menengah di Indonesia. Hal ini menimbulkan hilangnya potensi untuk meningkatkan nilai tambah.

Sebelumnya,industri kecil adalah industri yang memiliki aset kurang dari Rp100 juta dengan jumlah pegawai 5 hingga 19 orang.

Industri menengah adalah industri yang memiliki aset Rp100 juta hingga Rp500 juta dengan jumlah pegawai 20 hingga 100 orang. Kemudian, industri besar adalah industri yang memiliki aset lebih dari Rp1 miliar dengan jumlah pegawai lebih dari 100 orang.

Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengungkapkan porsi industri menengah di Indonesia hanya 5,1 persen. Sementara, industri kecil mencapai 93,4 persen dan industri besar 1,5 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Harapan kita untuk meningkatkan nilai tambah itu ada di industri menengah dan besar," tutur Dody, Kamis (3/8).

Sebagai pembanding, di Vietnam, porsi industri menengah sekitar 27,45 persen, 59,56 persen industri kecil, dan 13 persen industri besar.

Di Brazil, sesama negara berkembang, industri menengah berkontribusi sekitar 46,5 persen, industri kecil 36,6 persen, dan industri besar 16,9 persen.

Selain belum digarapnya industri menengah, Dody juga mengungkapkan tantangan lain industri manufaktur di Indonesia yaitu deindustrialisasi yang terlalu dini.

Dody mengungkapkan, penurunan kontribusi sektor manufaktur terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) secara tajam di Indonesia terjadi saat pendapatan per kapita dengan perhitungan keseimbangan kemampuan berbelanja (PPP) di kisaran US$5 ribu.

Kala itu, porsi sektor manufaktur terhadap PDB mencapai kisaran 28 persen. Hal itu berbeda dengan yang terjadi di China di mana penurunan porsi manufaktur relatif lebih landai.

"Saat ini, pendapatan per kapita sekitar US$10 ribu, kontribusi manufaktur hanya 21 persen terhadap PDB,"jelas Dody.

Tak hanya itu, kurangnya kualitas Sumber Daya Manusia juga menjadi hambatan perkembangan sektor manufaktur. Karenanya, pemerintah perlu membangun pilar daya saing pendidikan dan keterampilan SDM di sektor industri.

Terakhir, peran sektor keuangan dalam pembiayaan industri juga masih terbatas.Selama ini, sumber pembiayaan industri masih didominasi oleh laba ditahan.

Beberapa Obat Kuat Industri

Mengutip data lembaga riset Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA),hanya sepertiga pelaku industri yang lebih dominan menggunakan dana bank untuk membiayai investasi dan modal usahanya. Sementara, hampir dua pertiga pelaku industri lebih dominan menggunakan dana bank.

Ke depan, guna menguatkan sektor industri, BI menyarankan beberapa langkah di antaranya, mendorong pembangunan kawasan industri yang terintegrasi antara hulu-hilir logam dasar dan kimia dasar, serta pemberian fasilitas-fasilitas yang dapat menarik investasi asing.

Kemudian, mendorong penguasaan teknologi antara lain pengolahan bahan baku bijih besar dan pengolahan anode slime, dan kajian lebih lanjut yang komprehensif mengenai rantai produksi industri kimia.

Selanjutnya, memberikan perhatian pada pengembangan industri logam hulu-hilir yang masih belum berkembang dan yang bahan bakunya tersedia di dalam negeri.

"Misalnya insentif bagi produsen bahan baku gas ataupun bahan baku industri hilir untuk lebih memenuhi kebutuhan dalam negeri," ujarnya.

Terakhir, mengembangkan SDM dengan meningkatkan pendidikan, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Selain itu, mengembangkan SDM dengan pendidikan atau keahlian yang sesuai dengan kebutuhan industri (vokasi).
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER