Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) melansir belanja online masyarakat Indonesia mencapai Rp75 triliun di sepanjang tahun lalu. Jika dibagi secara rata-rata pengguna internet yang berbelanja secara online, artinya per orang menghabiskan Rp3 juta per tahun.
"Pertumbuhan perusahaan-perusahaan rintisan berbasis digital luar biasa, baik di sektor perdagangan barang dan jasa (e-commerce), moda pembayaran, maupun pembiayaan. Jumlah pengguna internet yang berbelanja online tahun lalu mencapai 24,73 juta orang," ujar Gubernur BI Agus Martowardojo, Rabu (9/8).
Melihat angkanya yang fantastis, Agus mengatakan, pemanfaatan revolusi digital dalam kegiatan ekonomi masyarakat dapat mendorong pertumbuhan mencapai tujuh persen atau jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional saat ini yang sebesar 5,01 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apalagi, masyarakat mulai beralih dari pola konsumsi konvensional ke digital. Jangan heran, bukan cuma e-commerce yang meraih berkah revolusi digital, tetapi juga financial technology (fintech) alias perusahaan teknologi berbasis keuangan.
"Revolusi digital juga telah menyentuh sektor keuangan karena jumlah perusahaan teknologi finansial di Indonesia yang dalam dua tahun terakhir (2015-2016) tumbuh pesat sebesar 78 persen," terang dia.
Menurut Agus, potensi pemanfaatan revolusi digital dan layanan Big Data masih sangat besar. Namun, banyak masyarakat Indonesia yang belum menikmati manfaat dari revolusi digital.
Hal itu terlihat dari rasio antara jumlah pengguna internet dan jumlah penduduk di Indonesia yang rendah, yakni sekitar 51 persen pada 2016. "Masih relatif jauh dibawah negara-negara tetangga kita, seperti Malaysia yang sebesar 71 persen dan Thailand 67 persen. Di Inggris dan Jepang bahkan sudah mencapai di atas 90 persen," katanya.
Adapun, ia menilai, penyebab belum maksimalnya pemanfaatan teknologi digital di Indonesia karena kualitas layanan internet yang tertinggal dibandingkan negara lain. Hambatan lain, yaitu investasi di bidang teknologi informasi (TI) yang rendah.
"Investasi TI di sektor-sektor utama pemberi kontribusi ke pertumbuhan ekonomi, seperti manufaktur dan pertambangan relatif masih rendah. Bahkan, cenderung lebih rendah jika dibandingkan negara-negara dalam kelompok yang sama," imbuh Agus.
Jika hambatan-hambatan dalam pemanfaatan teknologi digital tersebut dapat diatasi, diperkirakan digitalisasi ekonomi mampu memberikan nilai tambah sebesar US$150 miliar terhadap PDB Indonesia pada 2025 mendatang.
Beberapa bank sentral, termasuk Bank Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir juga mulai memanfaatkan layanna revolusi digital dengan optimalisasi Big Data guna mendukung proses pengambilan keputusan.
Di BI, layanan Big Data sendiri diklaim dapat memperkuat proses pengambilan keputusan di sektor moneter, pasar keuangan, stabilitas sistem keuangan (SSK), sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah (SP-PUR).
"Kami meyakini, revolusi digital yang tengah berlangsung ini, apabila dimanfaatkan dengan baik akan mampu membawa Indonesia pada lintasan pertumbuhan ekonomi sekira tujuh persen per tahun," pungkasnya.