E-Procurement oleh Pemda Mencekik UMKM

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Selasa, 15 Agu 2017 07:25 WIB
Sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik dianggap sebagai bentuk ketidakberpihakan pemerintah terhadap usaha kecil.
Sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik dianggap sebagai bentuk ketidakberpihakan pemerintah terhadap usaha kecil. (ANTARA FOTO/Maulana Surya Tri Utama).
Jakarta, CNN Indonesia -- Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) menyatakan program pengadaan barang dan jasa secara elektronik (e-procurement) yang dilakukan oleh pemerintah daerah berpotensi mencekik Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Pelaku UMKM mustahil mengikuti e-procurement lantaran besarnya nilai pengadaan yang dilakukan oleh pemda.

Ketua Umum HIPPI Suryani Motik menilai, saat ini, banyak sekali pemda yang menggabungkan beberapa pengadaan kecil yang sebenarnya bisa dilakukan UMKM. Namun, ternyata pekerjaan-pekerjaan itu diagregasi pemda setempat, sehingga nilai pengerjaannya semakin besar.

Menurut dia, sistem pengadaan seperti ini dianggap sebagai bentuk ketidakberpihakan pemerintah terhadap usaha kecil.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya setuju dengan e-procurement. Namun, nyatanya sekarang mematikan UMKM. Banyak proyek-proyek kecil yang malah dijadikan satu, sehingga jumlahnya miliar-an. Akibatnya, UMKM tidak bisa masuk," ujarnya, Senin (14/8).

Lebih lanjut ia menuturkan, keluhan ini sudah disampaikannya kepada beberapa gubernur. Namun, hingga saat ini, masih belum ada respons dari beberapa kepala daerah tersebut. "Bagaimana pasar mau jalan, kalau sistemnya seperti itu," imbuhnya.

Padahal, dengan menugaskan UMKM, hal itu diyakini akan mengakibatkan efek ganda yang besar. Berkaca pada data Kementerian Koperasi dan UKM, kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat sebesar 60,34 persen dari total PDB secara harga konstan sebesar Rp9.433 triliun pada 2016.

Sehingga, dengan menyediakan akses pasar bagi UMKM, pemerintah bisa menyokong pendapatan masyarakat dan ujung-ujungnya menciptakan efek pengganda paling kuat, yakni konsumsi masyarakat.

"Banyak yang bilang saat ini daya beli sedang lesu. Padahal, di sisi lain, ada UMKM yang merupakan solusi jitu untuk menghangatkan ekonomi," tutur Suryani.

Oleh karenanya, ia meminta pemerintah pusat untuk mengawasi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) agar memberikan porsi pengadaan barang dan jasa bagi UMKM.

Ambil contoh, pengadaan kecil seperti produk tekstil dan makanan minuman yang saat ini siap diproduksi secara massal oleh UMKM.

"Pemerintah harus segera mengawasi APBN dan APBD, bagaimana caranya? Produk mulai dari APBD adalah UMKM wilayah setempat. Kalau pemerintahnya concern (perhatian) dengan pertumbuhan UMKM, tentu mereka mau membuka pasar (untuk UMKM)," terang Suryani.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah UMKM di Indonesia hingga akhir tahun lalu mencapai 59 juta unit. Angka ini meningkat 9,66 persen dibandingkan posisi tahun 2010 di mana UMKM tercatat 53,8 juta unit. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER