Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menegaskan, lembaganya tidak bisa memberikan bantuan pengembalian dana (refund) para jemaah yang mengikuti program perjalanan haji dan umrah dari PT Anugrah Karya Wisata (First Travel).
Namun, Wimboh mengungkapkan, OJK bisa berperan serta dalam memberikan edukasi kepada masyarakat agar tak lagi menjadi korban penipuan perusahaan sejenis First Travel. First Travel diketahui menghimpun dana masyarakat yang ingin mengikuti program umrah.
Belakangan, biro perjalanan yang dikelola pasutri Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan tersebut gagal memberangkatkan lebih dari 35.000 jemaah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Enggak ada (refund), kami hanya bantu bagaimana mengkomunikasikan upaya-upaya ini, supaya pengawasan ini kan yang wajib melakukan pengawasan adalah lembaga yang sebenarnya lembaga yang berkewajiban untuk itu," ujarnya, Senin (14/8).
Adapun, edukasi dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk bisa memilih jasa dan produk yang ditawarkan.
Hingga saat ini, nasib pengembalian uang para jemaah masih banyak yang belum jelas. Meski sebelumnya proses refund oleh First Travel sudah dijanjikan sejak Mei lalu.
OJK menampik jika First Travel berada di bawah pengawasannya. Perusahaan biro perjalanan haji dan umrah ini tak masuk kewenangan OJK. Oleh karena itu, nasib dana jemaah yang belum juga terganti harus dilunasi oleh travel biro itu sendiri.
"Bentuk perlindungan konsumen kan macam-macam, kami sudah berikan imbauan. Kalau itu di bawah izin OJK, kami pasti akan bicara dengan pemilik. Tetapi, kalau First Travel kan bukan lembaga keuangan," terang Riswinandi, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK.
Sebelumnya, Himpunan Penyelenggara Haji dan Umrah (HIMPUH) Baluki Ahmad mensinyalir, manajemen PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) melakukan praktik ponzi dalam pengelolaan bisnis penyelenggaraan haji dan umrah.
Ponzi merupakan skema investasi palsu. Ciri-ciri praktik ini adalah tawaran imbal hasil tinggi yang dibayarkan oleh investor berikutnya, bukan dari keuntungan hasil dana yang dikelola pemilik atau perusahaan.
Dugaan praktik ponzi dalam pengelolaan bisnis First Travel terlihat dari tarif yang tidak masuk akal. Praktik ini menemukan jalan buntu ketika jumlah jemaah yang mendaftar di perseroan terus menyusut.