Freeport Dinilai di Atas Angin, Jonan Dapat Rapor Merah

Dinda Audriene | CNN Indonesia
Selasa, 15 Agu 2017 20:13 WIB
Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi memberikan rapor buruk bagi kinerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi memberikan rapor buruk bagi kinerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi memberikan rapor buruk bagi kinerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), khususnya kepada Ignasius Jonan dan Arcandra Tahar.

Menurutnya, hal ini terbukti dari pemberian izin ekspor kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) dalam jangka waktu tertentu atau hingga 10 Oktober 2017 mendatang.

"Saat Richard Adkerson (Chief Executive Officer Freeport McMoran Cooper & Gold Inc.) datang ke Indonesia dan mengancam akan ke arbitrase lalu menghentikan produksi, nah Jonan melawan tapi kemudian jadi takut," ungkap Fahmy, Selasa (15/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fahmy pun yakin, ancaman Freeport McMoran hanya gertak sambal. Pasalnya, ketika PTFI benar-benar memberhentikan produksinya, maka harga saham Freeport McMoran Cooper & Gold Inc bakal anjlok.

"Saya lima tahun mengamati pergerakan saham itu. Begitu ada kebijakan yang melarang ekspor konsentrat maka akan turun. Makanya saya bilang gertak sambal," sambung Fahmy.

Menurutnya, pemerintah sejak awal seharusnya tegas. Pasalnya, ini bukan pertama kali perundingan bagi PTFI dilakukan. Sebelumnya, saat Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Presiden, perundingan juga pernah dilakukan.

"Harusnya Indonesia memiliki posisi tawar yang kuat. Saya heran, sikap Jonan berubah total. Dari berani, agak berani, jadi takut. Untuk apa dia ke AS bertemu Richard? Dia dong harusnya yang ke sini kalau posisi tawar Indonesia kuat," ungkap Fahmy.

Dengan posisi Freeport yang selalu di atas angin, kata Fahmy, kemungkinan besar tuntutan Indonesia tidak akan dipenuhi oleh Freeport, termasuk divestasi saham sebesar 51 persen. Pasalnya, hingga kini Freeport masih bersikukuh hanya akan divestasi 30 persen.

"Dengan mayoritas kepemilikan saham, dia bisa memutuskan dividen tidak dibagi. Hanya orang bodoh yang mau melepaskan posisi mayoritas," ucap Fahmy.

Untuk itu, Fahmy menilai, pemerintah perlu tegas dan berani memutuskan sesuatu. Misalnya, benar-benar memberhentikan izin ekspor konsentrat sebelum PTFI mengubah statusnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari Kontrak Karya (KK).

"Jonan harus lantang bilang take it or leave it, masalahnya berani enggak?," pungkasnya.

Selain karena aturan bagi Freeport, banyaknya Peraturan Menteri ESDM yang dilahirkan tahun ini juga mencerminkan buruknya kinerja Jonan dan Archandra. Fahmy menyebut, terdapat beberapa aturan yang bertentangan dengan aturan sebelumnya ataupun tumpang tindih dengan kementerian lain.

"Kebanyakan Permen justru hambat investasi. Maka, kalau Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan reshuffle, saya usulkan Jonan dan Arcandra diganti," tutup Fahmy. (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER