Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) memangkas target laba perseroan pada tahun ini dari US$3,04 miliar menjadi US$2,3 miliar.
Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman menuturkan, revisi ini dilakukan karena asumsi harga minyak dunia tidak sesuai dengan prediksi perusahaan. Di dalam Rancangan Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2017, perusahaan memperkirakan harga minyak masih di kisaran US$35 per barel. Namun kenyataanya, harga minyak malah tercatat di level US$50 per barel per hari ini.
“Semuanya bergantung dengan harga minyak karena dulu kan kami set di US$35 per barel. Saat ini kami memproyeksikan
(net income) US$2,3 miliar dari target RKAP US$3,04 miliar,” ujar Arief di kantornya, Rabu (16/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka dari itu, tak heran jika melesetnya asumsi ini juga berpengaruh ke performa perusahaan sepanjang semester I kemarin. Menurut data perusahaan, laba sepanjang enam bulan pertama 2017 tercatat US$1,4 miliar atau menurun 20,5 persen dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar US$1,83 miliar. Ini lantaran rata-rata harga minyak pada semester I lalu yang berada di posisi US$48,9 per barel atau meningkat dibanding tahun sebelumnya US$36,16 per barel.
Jika harga minyak ini tak lekas berubah, maka perusahaan terpaksa melakukan efisiensi lebih jauh di semester II mendatang. Adapun rencananya, Pertamina berminat melakukan efisiensi sebesar US$1 miliar sepanjang tahun ini.
“Kalau ini tidak berubah, kami akan lakukan efisiensi 20 persen di semester II mendatang,” paparnya.
Meski tak lebih baik dibanding tahun lalu, tetapi Arief mencatat bahwa arus kas perusahaan lebih baik di paruh pertama tahun ini. Selain itu, perusahaan juga mencatatkan pendapatan usaha sebesar US$20,5 miliar atau lebih besar 19,18 persen dibanding tahun sebelumnya sebesar US$17,2 miliar.
“Operating cash flow masih sudah membaik, tapi tetap harus di-
balance dengan utang jangka pendek serta timing pembayaran tersebut. Namun, setengah tahun ini sudah stabil, dan bisa terus membaik,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik menuturkan bahwa penurunan laba di semester I tahun ini disebabkan ketidakseimbangan antara pertumbuhan harga minyak dunia dan pendapatan. Menurutnya, pendapatan memang naik 19 persen, namun sayang harga minyak naik hampir dua kali lipatnya yakni 30 persen.
“Selain itu, dari sisi pemerintah juga tidak ada perubahan harga untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) penugasan, ini akhirnya berimbas pada penurunan laba sebelum pajak, bunga, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA). Di semester I tahun ini, EBITDA kami turun ke angka US$4,1 miliar dari sebelumnya US$3,16 miliar,” pungkas Elia