PLN Teken Kontrak Hedging US$30 Juta dengan Tiga Bank BUMN

CNN Indonesia
Senin, 21 Agu 2017 14:35 WIB
Tiga bank pelat merah itu antara lain PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI).
Tiga bank pelat merah itu antara lain PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT PLN (Persero) meneken kontrak transaksi lindung nilai (hedging) senilai US$30 juta dengan tiga bank pelat merah yaitu PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI).

Transaksi ini merupakan transaksi hedging pertama oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menggunakan instrumen structured product berupa call spread option.

Sebelumnya, call spread option valas terhadap rupiah merupakan instrumen hedging terhadap risiko nilai tukar yang merupakan gabungan dua transaksi FX Option, yaitu Buy Call Option dan Sell Call Option yang dilakukan secara simultan dalam satu kontrak transaksi dengan nominal yang sama namun dengan strike price yang berbeda.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Penandatanganan kontrak oleh PT PLN ini akan menjadi preseden bagi perusahaan BUMN lain untuk meningkatkan pengelolaan risiko valuta asing sehingga akan mendukung resiliensi sistem keuangan nasional," ujar Perry di sela acara penandatanganan kontrak di Gedung Kebon Sirih BI, Senin (21/8).

Perry mengungkapkan, BI terus mendorong penggunaan transaksi lindung nilai (hedging) bagi BUMN. Pasalnya, transaksi lindung nilai akan meningkatkan pengelolaan risiko valuta asing sehingga mendukung peningkatan resiliensi sistem keuangan Indonesia.

Kendati demikian, implementasi transaksi hedging harus menghadapi tantangan berupa masih rendahnya kesadaran untuk melakukan hedging, dan masih banyak perusahaan yang belum mengerti mengenai mekanisme teknis pelaksanaan transaksi derivatif dalam rangka hedging.

Karenanya, BI dan Kementerian BUMN, bekerja sama dengan aparat hukum dan auditor negara telah mengubah pedoman penyusunan SOP hedging BUMN yang mengakomodasi mekanisme lindung nilai dengan transaksi derivatif yang merupakan turunan dari nilai tukar atau suku bunga. Salah satu yang tercakup adalah transaksi berupa call spread option.

Pedoman SOP hedging ini telah ditandatangani oleh Menteri BUMN pada tanggal 5 Juli 2017 lalu untuk memberi kepastian hukum dalam pelaksanaan transaksi lindung nilai oleh BUMN.

Secara terpisah, Direktur Treasury dan Internasional BNI Panji Irawan mengungkapkan, dalam kontrak dengan PLN, masing-masing bank mendapatkan jatah US$10 juta dengan premi 0,6 persen untuk tenor dua bulan.

"Transaksi akan jatuh tempo dua bulan dari Agustus, berarti Oktober," ujar Panji.

Mengingat kontrak bersifat dynamic hedging, jika setelah jatuh tempo perusahaan ingin melanjutkan hedging, maka perusahaan bisa membuat kesepakatan baru.

"Jadi disesuaikan dengan exposure yang ada," jelasnya.

Transaksi hedging BUMN, lanjut Panji, sudah kerap dilakukan. Apalagi BI mewajibkan BUMN untuk melakukan hedging atas utang valas yang dimiliki. Namun, lanjut Panji, sebagian besar transaksi hedging masih merupakan transaksi forward dan swap.

Sementara, biaya premi call spread option relatif lebih efisien dibandingkan dengan instrumen lindung nilai lainnya.


Sebagai informasi, BI telah mengatur instrumen call spread option valas terhadap rupiah di pasar valas domestik sejak September 2016 seiring dengan implementasi Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/18/PBI/2016 dan PBI Nomor 18/19/PBI/2016 tentang Transaksi Valas terhadap rupiah antara Bank dengan pihak Domestik dan Pihak Asing, yang dipertegas oleh penerbitan Surat Edaran BI(SEBI) Nomor 18/34/DPKK dan SEBI Nomor 18/35/DPKK pada Desember 2016.

Hingga kini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan izin terhadap enam bank untuk melakukan transaksi structured product call spread option valas terhadap rupiah yaitu Bank Mandiri, BRI, BNI, Standard Chartered Bank, CIMB Niaga, dan Bank UOB Indonesia.
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER