Jakarta, CNN Indonesia -- PT PLN (Persero) meneken kontrak transaksi lindung nilai (
hedging) senilai US$30 juta dengan tiga bank pelat merah yaitu PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI).
Transaksi ini merupakan transaksi
hedging pertama oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menggunakan instrumen
structured product berupa
call spread option.
Sebelumnya,
call spread option valas terhadap rupiah merupakan instrumen
hedging terhadap risiko nilai tukar yang merupakan gabungan dua transaksi FX Option, yaitu Buy Call Option dan Sell Call Option yang dilakukan secara simultan dalam satu kontrak transaksi dengan nominal yang sama namun dengan
strike price yang berbeda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penandatanganan kontrak oleh PT PLN ini akan menjadi preseden bagi perusahaan BUMN lain untuk meningkatkan pengelolaan risiko valuta asing sehingga akan mendukung resiliensi sistem keuangan nasional," ujar Perry di sela acara penandatanganan kontrak di Gedung Kebon Sirih BI, Senin (21/8).
Perry mengungkapkan, BI terus mendorong penggunaan transaksi lindung nilai (
hedging) bagi BUMN. Pasalnya, transaksi lindung nilai akan meningkatkan pengelolaan risiko valuta asing sehingga mendukung peningkatan resiliensi sistem keuangan Indonesia.
Kendati demikian, implementasi transaksi hedging harus menghadapi tantangan berupa masih rendahnya kesadaran untuk melakukan
hedging, dan masih banyak perusahaan yang belum mengerti mengenai mekanisme teknis pelaksanaan transaksi derivatif dalam rangka
hedging.
Karenanya, BI dan Kementerian BUMN, bekerja sama dengan aparat hukum dan auditor negara telah mengubah pedoman penyusunan SOP
hedging BUMN yang mengakomodasi mekanisme lindung nilai dengan transaksi derivatif yang merupakan turunan dari nilai tukar atau suku bunga. Salah satu yang tercakup adalah transaksi berupa
call spread option.
Pedoman SOP hedging ini telah ditandatangani oleh Menteri BUMN pada tanggal 5 Juli 2017 lalu untuk memberi kepastian hukum dalam pelaksanaan transaksi lindung nilai oleh BUMN.
Secara terpisah, Direktur Treasury dan Internasional BNI Panji Irawan mengungkapkan, dalam kontrak dengan PLN, masing-masing bank mendapatkan jatah US$10 juta dengan premi 0,6 persen untuk tenor dua bulan.
"Transaksi akan jatuh tempo dua bulan dari Agustus, berarti Oktober," ujar Panji.
Mengingat kontrak bersifat
dynamic hedging, jika setelah jatuh tempo perusahaan ingin melanjutkan
hedging, maka perusahaan bisa membuat kesepakatan baru.
"Jadi disesuaikan dengan
exposure yang ada," jelasnya.
Transaksi
hedging BUMN, lanjut Panji, sudah kerap dilakukan. Apalagi BI mewajibkan BUMN untuk melakukan hedging atas utang valas yang dimiliki. Namun, lanjut Panji, sebagian besar transaksi
hedging masih merupakan
transaksi forward dan swap.
Sementara, biaya premi
call spread option relatif lebih efisien dibandingkan dengan instrumen lindung nilai lainnya.
Sebagai informasi, BI telah mengatur instrumen
call spread option valas terhadap rupiah di pasar valas domestik sejak September 2016 seiring dengan implementasi Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/18/PBI/2016 dan PBI Nomor 18/19/PBI/2016 tentang Transaksi Valas terhadap rupiah antara Bank dengan pihak Domestik dan Pihak Asing, yang dipertegas oleh penerbitan Surat Edaran BI(SEBI) Nomor 18/34/DPKK dan SEBI Nomor 18/35/DPKK pada Desember 2016.
Hingga kini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan izin terhadap enam bank untuk melakukan transaksi
structured product call spread option valas terhadap rupiah yaitu Bank Mandiri, BRI, BNI, Standard Chartered Bank, CIMB Niaga, dan Bank UOB Indonesia.