Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menargetkan mampu menyelesaikan skema pelepasan saham (divestasi) PT Freeport Indonesia sebesar 51 persen pada akhir minggu ini.
Namun, menurut Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno, divestasi tersebut dilakukan tidak dengan satu tahap langsung.
"Kami minta secepat mungkin. Apakah dua tahap atau tiga tahap. Akhir minggu ini, mudah-mudahan sudah jelas skemanya," ujar Fajar di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (30/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati begitu, penyelesaian skema tersebut masih menunggu aturan hukum yang jelas berupa Peraturan Pemerintah (PP). Hal itu sesuai dengan arahan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.
Namun, Fajar menyebut bahwa rentang waktu penyelesaian divestasi saham tersebut dapat selesai sebelum 2019. Artinya, 51 persen Freeport telah resmi dalam genggaman pemerintah pada 2019 mendatang.
"Iya seharusnya begitu. Kami ingin secepatnya, sebelum 2019 kalau bisa. Jangan lama-lama," kata Fajar.
Sedangkan dari sisi harga saham, Fajar mengaku masih perlu dibicarakan berdasarkan valuator independen dari kedua belah pihak, baik pemerintah maupun Freeport.
Dari besaran saham 51 persen, nantinya sebagian besar akan dimiliki oleh pemerintah pusat melalui perusahaan induk (holding) BUMN. Sayang, Fajar belum ingin buka suara mengenai besaran porsinya.
Sementara sisanya akan dimiliki oleh pemerintah daerah (pemda) melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Selain itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) juga diikutsertakan.
"Iya ada keterlibatan daerah. Sudah ada pembicaraan dengan Pemprov dan Pemkab," kata Fajar.
Namun, nantinya akan dibentuk konsorsium antara pemerintah pusat dan daerah. "Iya nanti akan membentuk konsorsium," imbuh Fajar.
Untuk
holding pertambangan, rencananya dinahkodai PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Tbk atau Inalum. Bersama Inalum, turut hadir PT Aneka Tambang (Persero) Tbk atau Antam, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, dan PT Timah (Persero) Tbk.
Sementara, untuk pihak lain di luar itu, Fajar bilang, belum ada yang menyatakan ketertarikan. Namun, pemerintah mengaku membuka pintu bagi pihak yang ingin bergabung.
"Di luar BUMN belum ada (yang tertarik)," pungkasnya.