Jakarta, CNN Indonesia -- Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai, pemerintah perlu memberikan kesempatan kepada publik untuk memiliki saham PT Freeport Indonesia (PTFI) melalui aksi korporasi penawaran umum saham perdana (
Initial Public Offering/IPO).
Seperti diketahui, Freeport Indonesia telah sepakat untuk menjual total sahamnya kepada pemerintah hingga 51 persen. Namun, belum ada kesepakatan terkait cara pemerintah dalam mengambilalih saham tersebut.
Bila mengacu pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 9 Tahun 2017 tentang Tata Cara Divestasi Saham dan Mekanisme Penetapan Harga Saham Divestasi Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, tertulis beberapa skema untuk membeli saham Freeport Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Skema itu terbilang berjenjang, misalnya dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), perusahaan swasta, dan IPO.
Dengan kata lain, melepas saham Freeport Indonesia ke lantai bursa terbilang menjadi pilihan terakhir jika opsi sebelum-sebelumnya tidak dapat dilakukan.
"Rakyat Indonesia kan juga sebagai
stakeholder terbesar. Berikan dong kesempatan rakyat Indonesia untuk merasakan pemerataan pendapatan melalui kepemilikan di pasar modal," Direktur Utama BEI Tito Sulistio, Rabu (30/8).
Bahkan, ia menyarankan, agar investor asing tidak diperbolehkan membeli saham Freeport Indonesia setelah perusahaan tersebut IPO. Hal itu demi menjaga agar investor lokal mendapatkan kesempatan menggenggam saham tersebut.
"Kalau perlu, dua tahun asing tidak boleh beli, itu bisa dibuat," terang Tito.
Tito pun tidak dapat memastikan Freeport Indonesia akan mencatatkan perusahaannya di bursa. Hal itu akan menjadi keputusan pemerintah, pemegang saham, dan perusahaan itu sendiri.
"Tapi saya pengennya kemarin (IPO Freeport Indonesia)," imbuhnya.
Terkait harga valuasi sendiri, ia mengaku tidak ikut campur dalam perhitungan valuasi saham Freeport Indonesia. Hanya saja, jika perusahaan itu
go public, maka perusahaan dapat lebih transparan.
"Jadi kalau ada hal-hal yang menjadi perdebatan politik ya
go public saja," ujar Tito.