Jakarta, CNN Indonesia --
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) masih fokus untuk memulihkan belasan ribu site pelanggan akibat kerusakan salah satu satelitnya, Telkom-1, akhir bulan lalu. Musibah yang menimpa emiten dengan nilai kapitalisasi terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini sukses menyedot perhatian banyak pihak karena mengakibatkan gangguan ribuan operasional Anjungan Tunai Mandiri (ATM) hingga stasiun televisi.
Telkom menyebut, total target pemulihan layanan sebanyak 15 ribu site hingga 10 September mendatang. Akhir pekan lalu, perseroan berhasil memulihkan 5.912 site yang sebagian besar digunakan untuk layanan ATM.
Biaya dari seluruh perbaikan diakui masih dihitung. Namun, kerugian atas kerusakan tersebut dipastikan tak akan membuat kas perusahaan menjadi defisit.
"Khusus untuk kerugian tidak materiil buat Telkom karena pendapatan seluruh bisnis satelit hanya 0,6 persen dari total pendapatan," ujar Direktur Wholesale & International Service Telkom Abdus Somad Arief kepada CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Memang, jika dilihat dari laporan keuangan per semester I 2017, penyumbang pendapatan terbesar masih berasal dari pos pendapatan telepon dan pos pendapatan data, internet, serta jasa teknologi informastika.
Jumlah pendapatan perusahaan pada periode itu tercatat Rp64,02 triliun. Angka itu naik 13,41 persen jika dibandingkan semester I 2016 yang sebesar Rp56,45 triliun. Lebih rinci, pendapatan telepon menyumbang Rp22,88 triliun, sedangkan pendapatan data, internet, dan jasa teknologi informatika capai Rp33,9 triliun.
Sementara, sisanya berasal dari pendapatan interkoneksi Rp2,66 triliun, pendapatan jaringan Rp606 miliar, dan pendapatan lainnya sebesar Rp3,95 triliun.
Sayang, perseroan tidak menjawab secara gamblang apakah pembayaran penyewaan satelit tetap dilakukan oleh pelanggan ketika layanan masih belum dapat dilakukan secara penuh. "(Pembayarannya) sesuai kontrak masing-masing pelanggan," terang Abdus.
Mengutip Ketua Asosiasi Satelit Indonesia Dani Indra Widjanarko, perseroan pemilik satelit akan memberikan ganti rugi ketika satelit tidak berfungsi. "Ini sudah tertuang di kontrak layanan transponder. Jika padam, maka diberikan restitusi," ucap Dani.
 Layanan ATM BCA salah satu yang terdampak kerusakan satelit Telkom-1. (REUTERS/Beawiharta). |
Menurutnya, besaran kerugian pun berbeda-beda dalam tiap kasus. Sehingga, ia tak bisa memastikan jumlah kerugian yang harus ditanggung perusahaan. "Ini sangat relatif," tutur dia.
Namun, jangan khawatir, Telkom telah mengasuransikan satelit Telkom-1 kepada salah satu perusahaan asuransi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) atau Jasindo.
Hitung-Hitungan Sewa SatelitSecara umum, pembayaran untuk menyewa satelit dilakukan per kuartal dan dilakukan pada awal masuk kuartal. Dalam hal ini, penyewaan satelit diukur per MHz. Untuk stasiun televisi biasanya membutuhkan 2 hingga 4 MHz. Biayanya, pelanggan perlu merogoh kocek sebesar US$1.800-US$2.500 per MHz untuk satu bulan.
Artinya, minimal dana yang harus dikeluarkan perusahaan televisi tiap kuartal sebesar US$10.800-US$21.600. Adapun, harga paling mahal untuk perusahaan televisi sebesar US$30.000.
Sedikit berbeda, skema penyewaan untuk industri perbankan umumnya dilakukan per titik atau lokasi sebesar 64Kbps. Tarif yang dikenakan untuk satu lokasi sebesar Rp800 ribu-Rp1 juta per bulan.
Dalam masa perpindahan layanan satelit yang tengah dilakukan perseroan saat ini, sambung Dani, biaya yang perlu ditanggung berbeda-beda untuk pelanggan yang berada di Jakarta dan di luar Jakarta.
"(Untuk ATM) Jika hanya di Jakarta, maka bianya hanya Rp100 ribu-Rp200 ribu per lokasi. Jika di luar Jakarta ditambah biaya transportasi dan akomodasi," paparnya.
Sebagaimana diketahui, Telkom akan memindahkan layanan satelit Telkom-1 ke dua satelit milik Telkom lainnya, yaitu Telkom-2 dan Telkom-3S. Selain itu, manajemen juga akan memanfaatkan beberapa satelit eksternal lainnya, yakni Apstar dan Chinasat.
Keduanya merupakan operator satelit komunikasi China. Tentu, untuk menyewa Apstar dan Chinasat ada biaya yang harus dikeluarkan oleh manajemen. "Kalau satu satelit ya miliaran, tapi ini kan nggak. Hanya sebagian saja, lainnya pakai punya Telkom sendiri," jelas Abdus.
Pergerakan Harga Saham TelkomPemberitaan terkait kerusakan satelit Telkom-1 nyatanya ikut memengaruhi pergerakan harga saham emiten operator telekomunikasi itu. Sejak satelit tersebut rusak pada 25 Agustus lalu, terpantau harga saham perusahaan terus merosot.
Pada 25 Agustus, harga saham Telkom berada di level Rp4.770 per saham. Kemudian, pada perdagangan hari berikutnya hingga akhir pekan lalu, harga saham terlihat betah di teritori negatif. Jika diakumulasi, harga saham telah turun sebesar 1,67 persen hingga 31 Agustus lalu dan berakhir di level Rp4.690 per saham.
Kendati turun, Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menilai, penurunan harga saham di kisaran satu persen terbilang masih normal atau tidak begitu negatif bagi perusahaan itu sendiri. "Telkom kan sudah melakukan berbagai tindakan dan bersiap meluncurkan satelit baru sebagai pengganti. Jadi, pasar tidak begitu khawatir," ucap Alfred.
Seperti diketahui, perseroan memang sudah menyiapkan satelit baru, yakni Telkom-4, untuk menggantikan peran Telkom-1. Bila sesuai rencana, satelit tersebut akan diluncurkan pada pertengahan tahun depan.
Namun, satelit Telkom-1 mengalami gangguan sebelum pembangunan satelit Telkom-4 rampung. Masa waktu satelit Telkom-1 sendiri akan habis tahun depan.
"Slot Telkom-1 itu memang sudah kami rencanakan untuk Telkom-4. Rencana meluncur pertengahan 2018 nanti," kata Direktur Utama Telkom, Alex J. Sinaga, belum lama ini.
Senada, Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee berpendapat, penurunan harga saham yang sebelumnya terjadi pada Telkom hanyalah sentimen jangka pendek saja.
"Orang akan realistis. Lagipula kan tanggal 10 September akan selesai semua perbaikannya. Tidak terlalu berpengaruh dengan harga saham," tutur Hans.
Ia menilai, saham perseroan tetap akan diminati pelaku pasar dan liquid, meski timbul kasus kerusakan salah satu satelitnya. Dengan demikian, keberadaannya di indeks LQ-45 tidak akan terancam.
"Harga saham saja tidak turun banyak, masih banyak pelaku pasar yang memiliki saham Telkom. Kasus ini tidak begitu signifikan dampaknya bagi korporasi," katanya.
Hal ini kembali ditegaskan oleh Alfred. Menurutnya, biaya yang harus dikeluarkan perseroan atas kerusakan Telkom-1 tidak akan membuat kinerjanya pada kuartal III ini memburuk.
"Semua masih akan baik-baik saja karena pendapatan terbesarnya kan dari internet dan bisnis telepon," pungkas Alfred.