Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia menyatakan, nilai tukar rupiah tetap terjaga, meski tensi geopolitik meningkat di Semanjung Korea. Korea Utara diketahui merilis rudal balistik yang mendarat di perairan ekonomi eksklusif Jepang, akhir bulan lalu.
Uji coba rudal Korea Utara tersebut meningkatkan ketegangan di kawasan sekitarnya. Bahkan, Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan merapatkan barisan menghadapi Korea Utara, serta China, yang notabene sekutu Korea Utara.
"Stabilitas nilai tukar rupiah masih ada di range volatilitas yang stabil. Malah rupiah dapat dikatakan apresiasi terhadap dolar AS sebesar 0,85 persen," tutur Gubernur BI Agus DW Martowardojo di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (6/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Agus, kondisi geopolitik di Semenanjang Korea merupakan perkembangan yang memprihatinkan. Karenanya mantan Menteri Keuangan ini berharap tensi geopolitik tidak mengalami eskalasi.
"Kami juga melihat reaksi bukan hanya dari negara maju, tetapi seperti Jepang itu sangat bereaksi. Namun, dampaknya terhadap nilai tukar kita tidak banyak," ujarnya.
Agus mengungkapkan, stabilnya rupiah ditopang oleh tingkat inflasi yang terjaga. Bahkan pada Agustus lalu, tingkat harga secara umum mengalami deflasi 0,07 persen.
Selain itu, stabilnya mata uang Garuda juga ditopang oleh derasnya aliran modal masuk (capital inflow) ke dalam negeri. Bank sentral mencatat sepanjang Januari hingga awal September 2017, aliran dana masuk (capital inflow) ke pasar domestik sebesar Rp131 triliun.
Meskipun angka itu lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu, yaitu Rp150 triliun, namun ia mengingatkan bahwa capital inflow tahun lalu deras lantaran terbantu program amnesti pajak (tax amnesty).
Ke depan, lanjut Agus, BI akan terus memantau perkembangan tensi geopolitik di berbagai kawasan di dunia, termasuk semenanjung Korea, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan.
"Kami harus tetap memperhatikan kondisi geopolitik perkembangan di Korea dan Timur Tengah," terang dia.
Selain itu, BI juga akan memperhatikan faktor eksternal lain yang utamanya dipicu oleh kebijakan moneter Amerika Serikat (AS). Dalam hal ini berupa kenaikan suku bunga acuan maupun pemangkasan neraca bank sentral AS, The Federal Reserve.
Sebagai informasi, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dolar AS (Jisdor), rupiah sempat menyentuh Rp13.351 per dolar AS pada akhir Agustus. Namun, kemarin, rupiah kembali menguat ke level Rp13.336 per dolar AS.