Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, perubahan tarif pajak bagi royalti dari hasil penjualan buku karya penulis tak mudah dilakukan dalam waktu dekat. Sebelumnya, Tere Liye selaku penulis mengeluhkan masalah ini di laman Facebook-nya.
Sri Mulyani menjelaskan, ketentuan tarif seluruhnya dituang dalam Undang-Undang, di mana dalam hal ini ada pada UU Pajak Penghasilan (PPh). Khususnya, Pasal 23 yang menyebut bahwa besaran tarif pajak royalti tersebut sebesar 15 persen dari jumlah bruto.
"Kalau menyangkut tarif yang berhubungan dengan UU, kami harus jelaskan kalau ini tidak mungkin kami selesaikan dalam jangka pendek," ujar Sri Mulyani di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (6/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, rencana perubahan UU PPh belum juga dibahas oleh pemerintah dengan DPR di tahun ini, meski telah masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017.
Di sisi lain, Sri Mulyani melihat permasalahan tarif pajak royalti penulis buku ini didasari pada masih kurangnya informasi dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) kepada wajib pajak. Sehingga, menimbulkan persepsi yang berbeda.
Untuk itu, peningkatan pelayanan dari segi perluasan sosialisasi dirasa bisa menjadi jalan keluar dalam jangka pendek.
"Kalau ini masalahnya adalah pelayanan, harusnya itu bisa diperbaiki segera dan tidak hanya untuk penulis Tere Liye saja tapi kepada yang lain juga," imbuh Sri Mulyani.
Sebelumnya, Tere membuat status di laman Facebook pribadinya yang berisi soal keluhan pajak tinggi dari pemerintah dan penerbit buku terhadap penulis.
Dalam hitungannya, penulis disebut menjadi pembayar pajak paling tinggi dibandingkan pekerjaan lainnya, seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS) hingga pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
"Penulis buku membayar pajak 24 kali dibanding pengusaha UMKM dan dua kali lebih dibanding profesi pekerjaan bebas," kata Tere.
Tak hanya itu, ia juga mengaku kecewa lantaran sudah setahun mengadu keluhan tersebut ke DJP dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), namun tak pernah ditanggapi.
Alhasil, ia memilih memutus kerja sama dengan dua penerbit buku, yaitu Gramedia Pustaka Utama dan Republika Penerbit per 31 Juli kemarin. Sehingga, buku-buku karyanya hanya dijual sampai 31 Desember mendatang. Namun, per 1 Januari tak lagi dijual.