Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyebut, tarif listrik dari sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) bisa sangat menguntungkan.
Sebab, hasil studi terbaru mengklaim, tarifnya bisa hanya US$0,0718 per kilowatt hour (kWh) atau 7,18 sen per kWh. Jumlah itu setara Rp948,08 per kWh.
Jonan mengatakan, tarif minim tersebut didapatnya dari hasil kajian Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Frans Lebu Raya dengan perusahaan Belanda, yang ingin membangun pembangkit EBT bertenaga arus air laut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka bilang minimal tarifnya 16 sen per kWh. Saya bilang, kalau bisa di bawah 10 sen per kWh. Lalu, dia datang lagi bilang bisa 7,18 sen per kWh," ujar Jonan, Rabu (13/9).
Ia menambahkan, tarif listrik EBT yang rendah dari hasil kajian itu didapat dari mempelajari arus air laut di Selat Larang Hutan, Bali, yang memiliki kecepatan bervariasi.
Mulai dari yang berkecepatan 2,8 meter per detik, 4,0 meter per detik, hingga 5,0 meter per detik. Kemudian, selain memanfaatkan arus air laut, Jonan bilang, ada pula pemanfaatan EBT untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH).
"Salah satunya, PLTMH yang berlokasi di Jawa Tengah. Kapasitasnya 0,9 MW dengan tarif 6,8 sen per kWh. Nah, ini buktinya bisa," kata Jonan.
Bersamaan dengan hasil studi tersebut, Jonan memastikan bahwa sektor EBT akan membuat pemerintah dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) berhasil memenuhi target kelistrikan sampai 35 ribu megawatt (MW) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Bahkan, Jonan meminta PLN agar hasil studi listrik dari EBT ini dikembangkan. "Kalau investasi energi baru terbarukan, jual saja ke PLN. Nanti tunggu 20-25 tahun (agar menghasilkan)," imbuh Jonan.