Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignatius Jonan membantah melakukan impor gas alam cair
(Liquified Natural Gas/LNG) dari Singapura. Kerja sama pemerintah melalui PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan perusahaan minyak dan gas (migas) asal Singapura, Keppel Offshore & Marine LNG disebut hanya berupa pertukaran LNG antara kedua perusahaan tersebut.
"Itu saya kira pemberitaannya kurang pas (Impor LNG). Singapura itu menawarkan mini LNG tanker untuk digunakan di PLTMG (Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas) yang ada di kepulauan Indonesia bagian barat," ujar Jonan, Rabu (13/9).
Sayang, Jonan enggan menjelaskan lebih jauh terkait rencana kerja sama pemerintah dengan Keppel.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan juga membantah jika Indonesia mengimpor LNG. Pasalnya, pemerintah telah berkomitmen untuk tidak melakukan impor lantaran masih cukupnya ketersediaan gas di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Luhut menjelaskan, kerja sama tersebut hanya membuka pertukaran (swap) LNG yang dimiliki pemerintah dengan Keppel. Kerja sama tersebut dilakukan demi memenuhi kebutuhan gas dan mendapatkan harga yang lebih rendah.
"Kalau mereka digabungin, harga gasnya itu bisa US$3,8 per MMBTU. Jadi, kan lebih murah. Ini gasifikasi, dari Singapura dia bawa, dia keliling, kan bagus buat kita," terang Luhut pertengahan Agustus lalu.
Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN Nicke Widyawati menjelaskan, skema pertukaran dilakukan dengan memasok LNG dari Singapura ke Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Indonesia yang akan dibangun di dekat Singapura seperti, Tanjung Pinang, Kepulauan Natuna, dan Kepulauan Nias.
Sebagai gantinya, PLN akan memasok LNG dari yang sebelumnya dikontrak PLN dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam negeri. Nantinya, Keppel akan membeli LNG kepada KKKS sesuai harga kontrak yang ditetapkan untuk PLN.
"Secara kasat mata, tentu transportasi dari Singapura ke Sumatra kan lebih pendek dibanding dari Bontang, tentunya pasti akan lebih murah. Namun, kami masih belum tahu angka finalnya karena kami masih belum tahu regulasi lainnya," jelas Nicke pekan lalu.
Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017-2026, pembangkit listrik tenaga gas akan mengambil porsi 26,7 persen dari bauran energi
(energy mix) pada 2026.
Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan gas sebanyak 1.193 Trilion British Thermal Unit (TBTU), atau tiga kali lipat dibanding tahun 2016 sebanyak 606,5 TBTU.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 851 TBTU, atau 71,33 persen dari kebutuhan gas bagi pembangkit akan disediakan dari LNG.