Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi VII DPR Ahmad M Ali menyesalkan keputusan pemerintah yang mengimpor gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) dari Keppel Offshore & Marine LNG, perusahaan Singapura.
"Jika memang benar ada kontrak impor LNG dengan Keppel, perusahaan Singapura, itu sangat disayangkan. Awalnya, kami mengira ini hanya sekadar rencana semata, mengingat besarnya kargo LNG kita yang tidak laku setiap tahunnya," ujarnya, mengutip ANTARA, Senin (11/9).
Adapun, kontrak tersebut untuk pengadaan minyak dan gas demi pemenuhan kebutuhan energi listrik oleh PT PLN (Persero). Memang, harga bisa jadi pertimbangan pemerintah melakukan impor, lantaran perusahaan tersebut menawarkan harga sekitar US$3,8 per mmbtu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mungkin, kalau logikanya Business to Business, bisa jadi cocok dengan harga itu karena memang terbilang murah. Tetapi, pemerintah harus ingat bahwa PLN adalah perusahaan negara yang seharusnya bisa saling mengisi dengan Pertamina, terutama dalam membeli kargo LNG dalam negeri," terang dia.
Politisi Partai Nasdem tersebut menyebut, dalam menangani masalah energi, pemerintah tak bisa se-ala kadarnya saja. Apalagi, dalam kacamata bisnis mengandalkan peran Kartel dan broker. Semestinya, ada skema yang terpadu dan terintegrasi lewat road map (peta jalan) industrialisasi nasional.
PLN, menurut dia, sebagai perusahaan listrik negara dapat menjadi mitra strategis dengan pertamina untuk mendorong lahirnya kawasan industri berbasis energi gas.
"Banyak cara bisa dengan bangun kota gas, pemukiman dapur berbasis gas, konversi bahan bakar untuk nelayan, listrik industri UMKM misalnya semua itu memungkinkan," katanya.
Data Kementerian ESDM menyebutkan, pada 2014 lalu, sebanyak 22 kargo tidak terserap, dengan rincian 16 kargo diekspor dan sisanya untuk domestik. Sementara, pada 2015, sebanyak 66 kargo tidak terserap. Rinciannya, 60 kargo diekspor dan 6 kargo untuk dalam negeri.
Sedangkan, akhir tahun lalu, terdapat 66,6 kargo tidak terserap. Terdiri dari 43 kargo diekspor dan 23,6 kargo untuk dalam negeri.
"Ini kan aneh dan ajaib. Kargo dalam negeri tidak terserap, kita malah impor. Melansir data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), jika tidak ada permintaan terhadap LNG dalam negeri, angka tersebut terus bertambah hingga tahun 2035 mendatang dengan rata-rata jumlahnya mencapai 50-60 kargo per tahun,” pungkasnya.