ANALISIS

Menakar Saham Mitra Keluarga Usai Kasus Bayi Debora

CNN Indonesia
Senin, 18 Sep 2017 12:45 WIB
Mitra Keluarga merupakan perusahaan rumah sakit dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia, yaitu mencapai Rp31,42 triliun.
Jumlah transaksi pelaku pasar di sektor rumah sakit tidak sebanyak di sektor lainnya, seperti perbankan dan barang konsumsi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Sejumlah analis sepakat saham sektor rumah sakit sejauh ini terlihat tidak likuid di pasar. Dengan kata lain, jumlah transaksi pelaku pasar di sektor rumah sakit tidak sebanyak di sektor lainnya, seperti perbankan dan barang konsumsi.

"Nyaris semua saham rumah sakit tidak likuid. Berbeda dengan sektor obat yang masih agak ramai ya, seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) gitu," kata analis Recapital, Kiswoyo Adi Joe kepada CNNIndonesia.com, Minggu (17/9).

Selain itu, nilai kapitalisasi pasar emiten sektor rumah sakit pun jauh lebih kecil dibandingkan dengan emiten sektor lainnya. Misalnya, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) di sektor perbankan yang memiliki nilai kapitalisasi pasar mencapai Rp460,7 triliun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, nilai kapitalisasi pasar PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) yang berada di sektor barang konsumsi berada di level Rp450,15 triliun dan Kalbe Farma di sektor farmasi memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp80,85 triliun.

Terlebih lagi, valuasi harga saham sektor rumah sakit juga dinilai mahal bagi pasar. Menurut Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan, tingkat mahalnya saham sektor rumah sakit bisa dilihat dari price to earning ratio (PER) masing-masing emiten.

PER bisa diartikan sebagai alat utama penghitungan harga saham suatu perusahaan dibandingkan dengan pendapatan perusahaan itu sendiri. Umumnya, pelaku pasar akan menilai harga wajar saham dari rasio tersebut.

Data RTI Infokom menunjukan, posisi PER Mitra Keluarga per Jumat (15/9) lalu mencapai 45 kali. Sementara, Siloam International sendiri sudah lebih tinggi, yakni 85 kali dan Sarana Mediatama 24 kali. Namun, khusus Sejahteraraya Anugrahjaya tercatat minus 24 kali.

"Jadi sebenarnya secara rata-rata masih kurang menarik karena PER tinggi, mahal," jelas Alfred.

Investor Tunggu Hasil Penyelidikan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER