Jakarta, CNN Indonesia -- Perbankan nasional disarankan melakukan sinkronisasi antara uang elektronik (e-money) dan kartu debit sehingga terjadi efisiensi, baik bagi nasabah maupun perbankan.
Peneliti dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Rizal E. Halim menilai perbankan perlu melakukan penghematan sehingga tak perlu ada biaya isi ulang uang elektronik seperti yang saat ini ramai diperdebatkan.
"Jangan semua transaksi harus ada kartunya. Perbankan harus kreatif dan efisien," ujar Rizal seperti dikutip Antara, Kamis(21/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan gerakan nasional non tunai akan membantu produktivitas ekonomi secara nasional. Kata kunci produktivitas itu adalah efisiensi, bukan sebaliknya.
Pembebanan fee top up dengan argumentasi biaya investasi, sambungnya, perlu dijelaskan karena ada banyak infrastruktur sistem yang bisa dimanfaatkan, seperti Near Field Communication (NFC).
Menurut dia, pembebanan top up fee tidak perlu jika mengisi di penerbit kartu (on us) berapapun besarannya. Untuk top up fee melalui pihak ketiga atau mitra (off us) maksimal Rp1.500 per transaksi.
"Untuk off us akan terbuka persaingan yang sehat untuk mitra-mitra yang bisa lebih efisien," ujarnya.
Sebelumnya Bank Indonesia menetapkan tarif maksimum pengisian saldo uang elektronik dengan cara "off us" atau lintas kanal pembayaran sebesar Rp1500, sedangkan cara "on us" atau satu kanal, diatur dengan dua ketentuan yakni gratis dan bertarif maksimum Rp750.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman menjelaskan, penetapan batas maksimum biaya isi saldo "off us" uang elektronik sebesar Rp1.500 untuk menata struktur harga yang saat ini bervariasi.
"Untuk itu, penerbit yang saat ini telah menetapkan tarif di atas batas maksimum tersebut wajib melakukan penyesuaian," ujar Agusman.
(lav)