Jakarta, CNN Indonesia -- Komite Ekonomi dan Industri Nasional mengimbau Bank Indonesia menyosialisasikan penggunan uang elektronik (e-money) tanpa menolak penggunaan uang tunai di berbagai sarana fasilitas umum.
Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta menyampaikan, program Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), seharusnya dijalankan dengan tetap memberi opsi untuk bisa menggunakan uang tunai dalam melakukan transaksi apapun di wilayah Indonesia.
"Undang-undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang menegaskan adanya larangan menolak pembayaran dengan mata uang rupiah berupa uang kertas dan logam," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis(21/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelaksanan transaksi nontunai, lanjut dia, juga harus memperhatikan kepentingan konsumen dan tidak memberatkan masyarakat. Kebijakan perbankan yang akan mengenakan tarif isi ulang (top up) dinilai sebagai rente semata dan dianggap tidak memiliki alasan rasional.
Menurut dia, pungutan biaya isi ulang berlawanan dengan upaya mengurangi penggunaan uang tunai di masyarakat. Bank sentral seharusnya justru memberikan insentif, bukan malah membebani konsumen dengan biaya.
Bank tidak perlu mengenakan pungutan
top up karena sudah mendapat keuntungan dari tarif penjualan kartu
e-money.
Bank juga dianggap mendapatkan manfaat besar dari pengguna
e-money yang sudah menitipkan uang di muka tanpa ada biaya bunga dari perbankan.
"Bank dapat manfaat besar dari pengguna
e-money berupa tambahan likuiditas, mengingat nilai saldo dalam kartu tidak bisa diuangkan," jelasnya.
Terlebih, tak ada nilai tambah apapun bagi konsumen ketika membayar pungutan top up kartu yang elektronik.