Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonom menilai keputusan Bank Indonesia yang mengizinkan perbankan memungut biaya isi ulang uang elektronik bisa kontradiktif dengan upaya mendorong masyarakat menggencarkan transaksi nontunai.
Hal itu disampaikan Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menanggapi keputusan Bank Indonesia (BI) terkait skema tarif untuk transaksi isi ulang uang elektronik.
"Awalnya sudah meminta masyarakat lebih aktif menggunakan uang elektronik dan mendorong gerakan nontunai, tapi sekarang justru dikenakan biaya," kata Bhima seperti dikutip Antara, Kamis (21/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bhima mengatakan pengenaan biaya itu bisa menjadi disinsentif, terlebih menjelang penerapan elektronifikasi 100 persen pembayaran jasa tol pada 31 Oktober 2017.
Penetapan tarif isi ulang dikhawatirkan justru membuat masyarakat enggan menggunakan uang elektronik dan kembali ke transaksi tunai.
Semestinya, bank sentral dan industri perbankan memberikan insentif bagi masyarakat. Pasalnya, selama ini pun, bank sudah mendapat keuntungan dari marjin penjualan kartu perdana uang elektronik.
"Harusnya dengan keuntungan dari penjualan kartu perdana e-money tidak perlu lagi memungut biaya isi ulang," ujar dia.
Bank sentral, bank penerbit e-money, dan operator jasa diimbau mengedepankan skema pembagian beban biaya investasi infrastruktur uang elektronik seperti yang dilakukan di Hongkong.
Jadi, beban biaya yang ditanggung perbankan bisa berkurang dan justru dapat memberikan diskon kepada masyarakat.
"Skema sharing cost dengan operator transportasi itu justru mengurangi beban biaya bank penerbit kartu," ungkap dia.
Sebagai informasi, Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 19/10/PADG 2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional (NPG).
Dalam beleid itu, skema harga uang elektronik untuk transaksi top up dibagi menjadi dua. Pertama, pengisian ulang melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu (top up on us). Transaksi ini tidak dapat dikenakan biaya untuk nilai transaksi hingga Rp200 ribu, sedangkan transaksi di atas nilai tersebut dapat dikenakan biaya maksmal Rp750.
Kedua, pengisian ulang yang dilakukan melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu yang berbeda atau mitra (top up off us). Maksimal biaya yang dapat dikenakan, yakni sebesar Rp1.500.