Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignatius Jonan menyebut, akan ada penandatanganan jual beli listrik
(Power Purchase Agreement/PPA) berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan kapasitas mencapai 300 Megawatt (MW) pada Oktober mendatang. Ini merupakan bagian dari penandatanganan PPA dari EBT yang ditarget mencapai 1.000 MW sepanjang kuartal IV mendatang.
Menurut Jonan, seluruh PPA ini tidak melibatkan pembangkit berskala besar, tetapi memiliki kapasitas yang sangat kecil. Ia mencontohkan, salah satu pembangkit yang akan diteken kontraknya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Jawa Tengah dengan kapasitas 0,9 MW dengan tarif US$0,06 per Kilowatt-Hour (KWh).
“Bulan depan akan ada (penandatanganan PPA)
renewable energy sebesar 200 hingga 300 MW. Apakah isinya pembangkit besar? Ya tidak juga,” ungkap Jonan, Selasa (26/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penandatanganan PPA ini, menurut dia, akan melengkapi penandatanganan kontrak jual beli listrik berbasis EBT sepanjang tahun ini yang sudah mencapai 723 MW di luar Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTB). Rencananya, proyek tersebut digarap oleh 60 pengembang listrik swasta
(Independent Power Producer/IPP). Menurut Jonan, angka ini sudah membaik dibanding tiga tahun lalu, di mana PPA pembangkit EBT hanya sebanyak 15 hingga 16 kontrak.
“Sudah sedikit, tarifnya pun mahal kala itu,” ungkapnya.
Meski kuantitas pembangkit EBT semakin banyak, tetapi kualitas tarif pembangkit EBT diharapkan bisa lebih kompetitif. Untuk itu, ia menegaskan akan menyuruh pulang investor pembangkit EBT jika harganya terlampau tinggi.
Jonan mencontohkan satu perusahaan pembangkit arus laut asal Belanda yang berminat mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut di Larantuka, NTT. Investor itu diperkenalkan oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Frans Lebu Raya. Namun, tarif listrik yang ditawarkan investor tersebut awalnya tidak sesuai harapannya, yakni US$0,16 per KWh.
“Lalu mereka datang lagi dan menawarkan tarif US$0,07 per KWh. Kalau tarifmya di angka itu, saya tidak akan menawar lagi,” jelasnya.
Di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2017 hingga 2026, pemerintah berharap bisa meningkatkan bauran energi dari posisi akhir 2016 sebesar 11,9 persen ke angka 22,4 persen di tahun 2026. Untuk itu, akan ada tambahan pembangkit berbasis EBT sebesar 21,6 Gigawatt (GW) dalam jangka waktu 10 tahun ke depan.
Adapun, aturan terbaru mengenai tarif beli listrik PLN dari pembangkit berbasis EBT dimuat di dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017. Beleid ini menyebut, tarif listrik bisa dinegosiasikan jika Biaya Pokok Penyediaan (BPP) pembangkitan di Sumatera, Jawa, Bali lebih kecil dari BPP nasional.
(agi)