Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menegaskan, pemerintah tak akan mengubah tarif listrik nonsubsidi hingga akhir tahun mendatang. Kendati demikian, kebijakan tersebut diperkirakan Jonan akan membuat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) kehilangan pendapatan
(opportunity loss) sebesar Rp5 triliun hingga akhir tahun ini.
“Sebenarnya begini, kalau dari analisis, kemungkinan tarif listrik tidak naik sampai akhir tahun, mungkin PLN akan kehilangan pendapatan. Tapi tentu masih untung, jadi tidak apa,” ujar Jonan ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (27/9).
Jonan pun memperkirakan, keuangan PLN seharusnya juga tidak terpengaruh secara signiifkan. Ia mengacu pada laporan keuangan PLN di tahun 2016, di mana pendapatan usaha perusahaan pelat merah tahun lalu tercatat Rp222,82 triliun, bahkan di masa sebelumnya bisa mencapai Rp300 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jumlah pendapatan yang hilang itu, ungkapnya, hanya 1,67 persen hingga 2,24 persen dari pendapatan PLN.
Dengan demikian, hingga akhir tahun, pemerintah tetap alam memasang tarif listrik Tegangan Rendah (TR) tercatat Rp1.467 per Kilowatt-Hour (KWh), Tegangan Menengah (TM) di angka Rp1.115 per KWh, dan Tegangan Rendah (TR) tercatat di angka Rp997 per KWh. Sementara di sisi lain, Biaya Pokok Penyediaan (BPP) pembangkitan PLN mencapai Rp1.283 per KWh atau naik tipis 1,42 persen dibanding posisi 2016 Rp1.265 per KWh.
Di sisi lain, pemerintah juga meminta PLN untuk efisiensi. Adapun, efisiensi yang perlu dilakukan adalah di sisi pemeliharaan. Pengendalian biaya tersebut, menurut dia, bisa dilakukan oleh PLN, tanpa campur tangan pemerintah.
Apalagi sebenarnya, pemerintah sudah ikut membantu efisiensi biaya produksi listrik PLN dengan membuat aturan soal harga gas melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 45 Tahun 2017. “Dalam energi primer, campur tangan pemerintah masih besar. (Harga) gas sudah diatur. Kalau untuk mengatur harga batu bara, masih harus rapat dengan asosiasi,” ungkapnya.
Jika efisiensi ini bisa dilakukan, ia menilai beban keuangan PLN seharusnya tak terlalu dipermasalahkan. Selain itu, pemerintah pun ingin agar Biaya Pokok Penyediaan (BPP) pembangkitan bisa ditekan dari Rp983 per Kilowatt-Hour (KWh) di tahun 2016 ke angka Rp970 per KWh di tahun ini.
“Harusnya itu, BPP turun setiap tahun,” ujarnya.
Sebelumnya, di dalam suratnya kepada Kementerian ESDM dan BUMN, Sri Mulyani menilai bahwa tidak adanya kenaikan tarif yang disertai dengan penjualan listrik yang mumpuni berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar PLN atas utang-utangnya.
Sehingga menurutnya, kebijakan peniadaan kenaikan tarif listrik perlu didukung dengan regulasi yang mendorong penurunan biaya produksi tenaga listrik.
Hingga Agustus 2017, PLN mencatat penjualan listrik sebesar 146,36 Terawatt-Hour (TWh). Ini membuat penjualan listrik bertumbuh 2,8 persen jika dibanding realisasi periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 142,37 TWh. Artinya, angka pertumbuhan ini terbilang lebih kecil dari angka full year 2016 yang sebesar 6,49 persen.