PLN Dinilai Tak Bakal Alami Gagal Bayar

CNN Indonesia
Jumat, 29 Sep 2017 11:38 WIB
PT Trimegah Sekuritas Indonesia menilai kinerja keuangan PLN masih mumpuni dan pemerintah telah menjamin beberapa pinjaman terkait dengan proyek infrastruktur.
PT Trimegah Sekuritas Indonesia menilai kinerja keuangan PLN masih mumpuni dan pemerintah telah menjamin beberapa pinjaman terkait dengan proyek infrastruktur. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dinilai tidak mungkin mengalami gagal bayar terhadap utang jatuh tempo perusahaan tahun depan, karena kinerja keuangan masih dalam kondisi mumpuni.

Kepala Riset PT Trimegah Sekuritas Indonesia Sebastian Tobing menjelaskan, rasio laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) terhadap beban bunga masih dalam kondisi sehat, yakni 3,1 kali pada kuartal II 2017. Sedangkan total utang PLN pada paruh pertama tahun ini sebesar Rp126,4 triliun kepada perbankan.

Tak hanya dari sisi kinerja, Sebastian juga optimistis risiko gagal bayar tidak akan terjadi, karena pemerintah telah menjamin beberapa pinjaman terkait dengan proyek infrastruktur yang menjadi prioritas PLN.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Perhatikan bahwa PLN tidak pernah gagal membayar utang obligasi dan pinjaman bank," terang Sebastian dalam risetnya, dikutip Kamis (28/9).


Namun, sebenarnya hal yang patut dikhawatirkan dari isu adanya risiko gagal bayar utang PLN justru ialah koreksi harga saham mitra PLN setelah informasi mencuat. Beberapa mitra yang dimaksud antara lain, perbankan, komoditas, dan konstruksi.

"Pemerintah memprioritaskan keuangan PLN sehingga mengakibatkan penundaan pembayaran atau menurunkan harga jual batu bara ke PLN," papar Sebastian.

Lebih lanjut ia mengatakan, PLN berutang kepada beberapa perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan satu bank swasta. Sebastian merinci, perusahaan berutang kepada PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).

"BBNI dan BBRI memegang eksposur pinjaman terbesar ke PLN, masing-masing 5,4 persen dan 5,2 persen dari buku pinjaman," jelas Sebastian.

Sementara itu, BBRI memegang proporsi pinjaman terbesar yang tidak dijamin oleh pemerintah dengan porsi 4,9 persen dari buku pinjamannya.


Sebastian menambahkan, PLN memiliki utang jatuh tempo pada Juni 2018 sebesar Rp28 triliun. Dari jumlah itu, sebesar Rp13,3 triliun pinjaman dari BBRI. Dengan demikian, Sebastian menyimpulkan, BBRI memiliki risiko terbesar bila PLN mengalami gagal bayar.

Di sisi lain, jika harga batu bara yang dijual ke PLN diturunkan, maka akan mengurangi pendapatan beberapa emiten sektor tambang seperti, PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Indika Energy Tbk (INDY), dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).

"Porsi pendapatan usaha pertambangan batu bara kebanyakan dijual ke PLN, misalnya PTBA 60 persen, ADRO 25 persen, INDY 25 persen, dan ITMG 15 persen," papar Sebastian.

Beberapa emiten konstruksipun memiliki piutang dari PLN. Dalam hal ini, piutang PT Waskita Karya Tbk (WSKT) yang tercatat paling besar, yakni 10 persen dari pangsa pasarnya. Hal ini kemungkinan besar berasal dari proyek grid PLN di Sumatra.

"PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) memiliki eksposur terbesar kedua, sedangkan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) tidak berarti dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) tidak memiliki eksposur piutang," ungkap Sebastian.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER