Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menegaskan, akan terus mempercepat finalisasi pembentukan perusahaan induk
(holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor pertambangan kendati skema divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia belum disepakati.
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan, tujuan dibentuknya
holding tambang tak semata-mata demi merebut saham Freeport. Pembentukan
holding menutut dia, bertujuan mendorong efisiensi perusahaan-perusahaan pelat merah di sektor tersebut.
"
Holding tambang
is holding tambang. Kalau jadi (divestasi saham Freeport) ya masuk. Tapi tidak dibalik begitu (bahwa
holding demi Freeport)," ujar Aloy di Jakarta, Selasa (3/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, ia mengaku perkembangan pembentukan
holding masih membutuhkan waktu. "
Progress-nya masih sama saja," imbuhnya.
Aloy pun enggan memberi komentar terkait surat ketidaksepakatan dari Freeport-McMoran kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terhadap proposal skema divestasi saham yang diajukan pemerintah. Menurutnya, 'keributan' itu tetap akan dilanjutkan antara pemerintah dengan Freeport melalui langkah negosiasi.
"Soal Freeport, sudah tidak boleh komentar.
Kick off pembicaraan sudah dimulai. Jadi, tidak boleh bicara lagi," imbuhnya.
Pada pekan lalu, Chief Executive Officer (CEO) Freeport-McMoran Richard Adkerson melayangkan surat ke Sekretaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto.
Dalam surat tersebut, Freeport menolak divestasi maksimal sampai Desember 2018 yang didasarkan pada pasal 24 Kontrak Karya (KK). Sementara itu, Freeport ingin agar divestasi dilakukan sesegera mungkin melalui mekanisme penawaran umum perdana
(Initial Public Offering/IPO).Freeport juga tidak setuju apabila valuasi divestasi harus berbasiskan kegiatan operasional hingga 2021.
Menurut Adkerson, divestasi harus mencerminkan operasi hingga 2041 dan menggunakan valuasi berstandar internasional. Terlebih menurutnya, Freeport punya hak secara kontraktual untuk jalan hingga 2021 berdasarkan pasal 31 KK.
Tak hanya itu, Freeport juga tidak ingin divestasi dilakukan melalui penerbitan saham baru, sesuai keinginan pemerintah. Sehingga, perusahaan hanya ingin menjual saham lama.
Terakhir, Freeport menolak keinginan pemerintah yang menginginkan kendali atas 51 persen divestasi saham. Sehingga, Freeport harus menyelesaikan masalah kemitraannya dengan Rio Tinto.