Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menyebut, daya beli masyarakat menunjukkan perbaikan pada kuartal III 2017, meski pergerakannya masih lambat. Sehingga, diperkirakan sumbangan konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi bisa meningkat.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengatakan, hal ini terlihat dari beberapa data perekonomian, mulai dari pendapatan masyarakat hingga penjualan eceran.
"Misalnya pendapatan, Nilai Tukar Petani (NTP) dan upah petani secara riil. Itu salah satu faktor bahwa daya beli sudah ada peningkatan," ujar Dody di kantornya, Kamis (19/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), NTP September 2017 secara nasional naik sekitar 0,61 persen dari 101,6 menjadi 102,22.
Lalu, dari penjualan eceran nasional turut meningkat sekitar 2,2 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Agustus lalu. Padahal, penjualan eceran terkontraksi minus 3,3 persen (yoy) pada Juli 2017 karena berakhirnya momen Ramadan dan Lebaran pada penghujung Juni.
"Ada beberapa penjualan yang naik, seperti barang elektronik dan rumah tangga. Lalu, pengeluaran kelompok menengah atas, terlihat dari ritel modern yang meningkatkan penjualannya," terangnya.
Sayang, Dody masih enggan memperkirakan berapa sumbangan atau pertumbuhan dari indikator konsumsi rumah tangga. Adapun data resminya baru akan dirilis oleh BPS pada awal November mendatang.
Sementara pada kuartal II lalu, pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya sebesar 4,95 persen atau hanya meningkat tipis dari kuartal I 2017 sebesar 4,94 persen. Meski, secara struktur, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi kuartal II stagnan di kisaran 5,01 persen atau sama dengan kuartal I 2017. Pemicu lain adalah konsumsi pemerintah yang minus 1,93 persen. Sebab, pada kuartal I 2017, konsumsi pemerintah masih bisa tumbuh di angka 2,68 persen.