
Temui S&P, Luhut Sebut Rating Indonesia Bakal Naik Lagi
Dinda Audriene, CNN Indonesia | Jumat, 20/10/2017 20:44 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan cukup percaya diri mengenai terbukanya potensi kenaikan peringkat utang luar negeri jangka panjang Indonesia dari lembaga pemeringkat internasional S&P Global Ratings.
Luhut mengatakan, indikator perekonomian dalam negeri saat ini terbilang sudah cukup baik dan stabil untuk menjadi alasan S&P mengkaji kembali peringkat utang luar negeri Indonesia atau peringkat layak investasi.
"Menurut saya pribadi peluang itu ada. Apakah terjadi pada tahun depan awal atau akhir," ungkap Luhut, Jumat (20/10).
Ia mengaku baru saja bertemu dengan bos S&P di New York, Amerika Serikat (AS) untuk berbincang mengenai kondisi ekonomi di Indonesia, khususnya mengenai peringkat investasi di Indonesia.
"Kami bicara satu jam, saya jelasin ke dia, kenapa kamu belum menaikan menjadi BBB, lalu dia kasih penjelasan begini begitu," sambung Luhut.
Menurutnya, pertemuan itu didasari atas permintaan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio. Dalam pembicaraan tersebut, Luhut menjelaskan jika ada 20 persen rakyat Indonesia yang masih termauk dalam kelas menengah ke bawah.
"Kalau ini tidak kami tangani bisa jadi radikal, karena kemiskinan, karena pendidikan, pemerataan tidak terjadi. Anda berati ikut dalam mendorong radikalisme di Indonesia," papar Luhut.
Namun, jika S&P bisa menaikan kembali peringkat utang luar negeri dari posisi saat ini BBB- (triple B minus), maka bisa menarik investor lebih banyak yang nantinya juga akan berkotribusi bagi pemerataan di Indonesia.
Beberapa indikator ekonomi dalam negeri, misalnya seperti pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2017 yang stabil di level 5,01 persen, tingkat inflasi bulan September yang stabil di angka 0,13 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) atau sebesar 2,66 persen dan secara tahunan (year-on-year/yoy) sebesar 3,72 persen.
Kemudian, neraca perdagangan surplus sebesar US$1,76 miliar secara bulanan (month-to-month/mtm) pada September 2017. Sejak awal tahun hingga akhir September surplus US$10,87 miliar, atau lebih tinggi dibandingkan Januari-September 2016 yang sebesar US$6,41 miliar.
Luhut mengatakan, indikator perekonomian dalam negeri saat ini terbilang sudah cukup baik dan stabil untuk menjadi alasan S&P mengkaji kembali peringkat utang luar negeri Indonesia atau peringkat layak investasi.
"Menurut saya pribadi peluang itu ada. Apakah terjadi pada tahun depan awal atau akhir," ungkap Luhut, Jumat (20/10).
Ia mengaku baru saja bertemu dengan bos S&P di New York, Amerika Serikat (AS) untuk berbincang mengenai kondisi ekonomi di Indonesia, khususnya mengenai peringkat investasi di Indonesia.
"Kami bicara satu jam, saya jelasin ke dia, kenapa kamu belum menaikan menjadi BBB, lalu dia kasih penjelasan begini begitu," sambung Luhut.
Menurutnya, pertemuan itu didasari atas permintaan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio. Dalam pembicaraan tersebut, Luhut menjelaskan jika ada 20 persen rakyat Indonesia yang masih termauk dalam kelas menengah ke bawah.
"Kalau ini tidak kami tangani bisa jadi radikal, karena kemiskinan, karena pendidikan, pemerataan tidak terjadi. Anda berati ikut dalam mendorong radikalisme di Indonesia," papar Luhut.
Lihat juga:Berbagai Jurus Ekonomi dalam 3 Tahun Jokowi |
Namun, jika S&P bisa menaikan kembali peringkat utang luar negeri dari posisi saat ini BBB- (triple B minus), maka bisa menarik investor lebih banyak yang nantinya juga akan berkotribusi bagi pemerataan di Indonesia.
Beberapa indikator ekonomi dalam negeri, misalnya seperti pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2017 yang stabil di level 5,01 persen, tingkat inflasi bulan September yang stabil di angka 0,13 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) atau sebesar 2,66 persen dan secara tahunan (year-on-year/yoy) sebesar 3,72 persen.
Kemudian, neraca perdagangan surplus sebesar US$1,76 miliar secara bulanan (month-to-month/mtm) pada September 2017. Sejak awal tahun hingga akhir September surplus US$10,87 miliar, atau lebih tinggi dibandingkan Januari-September 2016 yang sebesar US$6,41 miliar.
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT
BACA JUGA
Ketum MUI soal Izin Industri Miras: Papua Saja Mengharamkan
Pengurus PB PASI Era Luhut: Mantan Atlet sampai CEO Bukalapak
'Seumur Jagung', Aplikasi Clubhouse Disebut Raup Dana Rp13 T
Demokrat Beber Perbedaan saat Kader Temui Moeldoko dan Luhut
Anak Buah Luhut Luruskan soal 2 Juta Kasus Covid Tak Tercatat
LIHAT SEMUA
EKOPEDIA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
TERPOPULER

Viral, Pegawai Bea Cukai Jayapura Sikut Perut Anak Buah
Ekonomi • 8 jam yang lalu
Daftar Bansos Yang Akan Cair Maret Ini
Ekonomi 10 jam yang lalu
BCA Bantah Laporkan Nasabah ke Polisi Terkait Salah Transfer
Ekonomi 9 jam yang lalu