Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro menyebut Indonesia diwajibkan untuk mempublikasikan seluruh pemilik perusahaan penerima manfaat
(beneficial owners) dari sebuah investasi. Hal itu terutama berlaku pada perusahaan di sektor tambang atau kawasan industri ekstrakrif pada tahun 2020 mendatang.
Indonesia sendiri menurut dia, sebenarnya telah mempublikasikan mengenai arah peta jalan
(roadmap) transparansi
beneficial ownership (BO) pada awal tahun ini. Aturan terkait keterbukaan informasi dari industri ekstraktif sudah ada sejak 2010 lalu.
Hal tersebut menurut dia, tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia (RI) No 26 tahun 2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang Diperoleh dari Industri Ekstraktif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi memang untuk semua sudah ada dokumennya, tinggal implementasinya secara penuh," ucap Bambang, Senin (23/10).
Bambang menjelaskan
roadmap yang telah dipublikasikan tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi sektor tambang, tetapi juga terkait kasus pajak.
"Untuk pajak mekanisme ada melalui G20 dengan
Automatic Exchange of Information (AEoI)," terang Bambang.
Lebih lanjut Bambang menjelaskan, beberapa data yang diwajibkan untuk dipublikasikan pada tahun 2020, diantaranya informasi mengenai nama, domisili, dan kewarganegaraan orang atau sekelompok pihak yang mengontrol perusahaan industri ekstraktif. Hal ini dipublikasikan melalui laporan
Extractive Industries Transparency Initiatives (EITI).Namun, Bambang mengklaim, Indonesia sudah mulai menerapkan keterbukaan informasi mengenai seluruh investasi di sektor tambang. Artinya, skema non-
disclouser agreement tak lagi bisa dilakukan bagi perusahaan tertutup sekalipun.
"Jadi semua sudah
full disclouser sekarang," ucap Bambang.
Saat ini, pemerintah masih berkutat dalam perbaikan basis data beneficial ownership, data interfacing, data sumber daya alam (SDA), dan data perpajakan.
Bambang berpendapat, transparansi ini penting bagi negara seperti Indonesia, Nigeria, dan lainnya yang memiliki SDA, seperti minyak dan gas (migas) dan mineral. Jika keterbukaan informasi tak bisa dilakukan, maka bisa menimbulkan tindakan korupsi dan merugikan negara yang memiliki SDA tersebut.
"Banyak negara, terutama negara berkembang banyak ketidakjelasan dalam kepemilikan industri tambang. Ini bisa berdampak pada korupsi," kata Bambang.