Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Kartika Wirjoatmodjo menilai transaksi industri ritel tak sepenuhnya melemah karena daya beli masyarakat yang lesu, melainkan ada persaingan ketat antar sesama pelaku bisnis.
Petinggi bank pelat merah itu berpendapat, industri ritel memang kelihatan tertekan. Hal itu terbukti dari pertumbuhan ritel yang diperkirakan hanya sekitar dua persen sampai lima persen.
Selain itu, terlihat pula dari beberapa gerai ritel yang mulai berguguran, seperti Lotus Department Store, Ramayana, Matahari Department Store, Debenhams, hingga 7-Eleven.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, menurut Kartika, hal ini terjadi bukan hanya karena isu melemahnya daya beli masyarakat. Ada pula faktor strategi bisnis yang mungkin kurang cocok, misalnya karena ritel melakukan ekspansi terlalu cepat sehingga membuat beban operasional yang berlebih.
"Interpretasi saya, ritel itu memang kompetisinya ketat. Karena ritel banyak yang membuka gerai besar, ada yang grosir, ada yang minimarket (kelas kecil). Ini membuat ritel jadi over expand (berkembang berlebih) juga," ujar Tiko, sapaan akrabnya, Selasa (24/10).
Kendati begitu, Tiko bilang, sebenarnya tak semua segmen ritel melemah. Sebab, kecenderungannya hanya terjadi pada ritel skala kecil, yang menyediakan kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Sementara itu, ritel skala besar berdasarkan nilai kreditnya, masih mencatatkan pertumbuhan yang baik. Misalnya, penjualan rumah dan kendaraan bermotor.
"Penjualan mobil tahun ini secara tahunan sudah positif. Sedangkan penjualan rumah memang masih melambat tapi peluang untuk KPR masih cukup besar," jelasnya.
Hal ini, sambung Tiko, menyebabkan perusahaan masih yakin bahwa pertumbuhan kredit yang diberikan Bank Mandiri untuk pembelian rumah dan kendaraan bermotor masih bisa menunjukkan pertumbuhan pada akhir tahun ini hingga tahun depan.
"Pembelian rumah maupun mobil prospeknya masih cerah. Jadi, kami optimis bahwa tahun depan seharusnya kalau masyarakat berani ambil kredit, maka ekspektasinya lebih baik," imbuhnya.
Adapun pada kuartal III 2017, penyaluran kredit konsumer Bank Mandiri tumbuh 20,6 persen menjadi Rp95,2 triliun. Dari sisi pertumbuhan, segmen kredit ini tumbuh paling tinggi, meski nilainya masih kalah dibandingkan kredit modal kerja yang mencapai Rp321,4 triliun.
Direktur Konsumer Bank Mandiri Tardi mengatakan, saat ini perusahaan memiliki dua anak usaha yang memberikan kredit khusus untuk pembelian kendaraan bermotor, yaitu Mandiri Tunas Finance (MTF) dan Mandiri Utama Finance (MUF).
Menurutnya, penyaluran kredit MTF yang menyasar segmen kendaraan bermotor roda empat dan kelas penumpang telah mencapai Rp18 triliun sampai kuartal III 2017.
Sementara, MUF yang menyasar segmen kendaraan bermotor roda dua dan kendaraan bekas, setidaknya bisa mencapai Rp4-5 triliun. Namun, ia memperkirakan tahun depan, prospeknya lebih cerah, bisa mencapai Rp7-8 triliun.
"Saat ini unit mobil itu pertumbuhannya bisa sekitar lima persen sampai enam persen. Jadi, masih tumbuh," kata Tardi.
Diversifikasi Kredit E-commerce dan TravelPertumbuhan industri ritel yang tak begitu bergairah rupanya membuat Bank Mandiri mulai membidik sektor lain untuk menyalurkan kredit konsumer. Salah satunya ke sektor perdagangan elektronik (e-commerce), dan sektor perjalanan pariwisata.
Tardi mengatakan, penggunaan kartu kredit oleh nasabah untuk berbelanja di toko ritel fisik (offline) sebenarnya masih bertumbuh. Hanya saja memang tak pesat seperti penggunaan kartu kredit untuk belanja online.
"Sekarang masih ada yang ke supermarket, Sogo Department Store, dan lainnya (toko fisik). Tapi pertumbuhannya kini mulai kalah dengan online," ucap Tardi.
Sementara itu, penggunaan kartu kredit untuk transaksi online lebih kencang, misalnya untuk sektor traveling bisa mencapai 20 persen. Sedangkan untuk transaksi e-commerce bahkan menembus kisaran 80 persen.
"Misal untuk beli tiket pesawat dan hotel, itu lewat kami (pakai kartu kredit)," katanya.
Untuk itu, sambung Tardi, perusahaan ingin memperluas penggunaan kartu kredit dan debit ke transaksi sektor e-commerce dan traveling itu. Caranya, dengan menyiapkan program kredit jangka pendek, misalnya cicilan tiga bulan dan enam bulan.
"Nanti kami siapkan untuk lending dan pinjamannya yang jangka pendek. Karena saat ini sudah jalan dengan basis kartu kredit tapi pemegangnya masih sedikit, hanya sekitar tiga juta. Mudah-mudahan ini bisa menjawab kebutuhan masyarakat," pungkasnya.