Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, Peraturan Pemerintah (PP) terkait penerapan pajak di dalam kontrak bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC) Gross Split paling lambat dirilis sebelum tanggal 27 November 2017 mendatang.
Tanggal itu bertepatan dengan batas akhir penyampaian dokumen bagi 15 lelang Wilayah Kerja (WK) migas, yang sebelumnya diumumkan di helatan Indonesian Petroleum Association (IPA) Convex bulan Mei silam.
Sekretaris Jenderal Direktorat Jenderal Migas Susyanto mengatakan, PP perpajakan Gross Split juga bisa segera diterbitkan karena sudah ada kesepakatan antara pelaku usaha, Kementerian Keuangan, dan Kementerian ESDM mengenai dua poin utama terkait kebijakan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang pertama, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) bisa diberikan waktu kompensasi kerugian pajak (
tax loss carry forward). Sebagai gambaran, kontraktor migas tentu akan mengalami kerugian di masa eksplorasi karena belum ada produksi.
Oleh karenanya, PPh tidak bisa dibebankan ke badan usaha, sehingga pajak itu harus dikompensasi di tahun berikutnya sampai 10 tahun berikutnya.
Ia melanjutkan, keputusan ini khusus berlaku di investasi hulu migas. Sebab, menurut pasal 6 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,
tax loss carry forward hanya berlaku selama lima tahun saja.
“Sesuai UU PPh, maka hulu migas ini dikhususkan. Tentu ini akan menggembirakan bidang migas karena
tax loss carry forward bisa berlangsung paling lama 10 tahun,” papar Susyanto di kantornya, Jumat (27/10).
Meski diperkenankan
tax loss carry forward dalam jangka waktu lama, KKKS tetap tidak mendapatkan pemulihan biaya eksplorasi sebab PSC Gross Split tidak mengenal sistem
cost recovery.
Kendati begitu, ia menjamin bahwa akumulasi biaya yang bisa dikategorikan sebagai
cost recovery, depresiasi dan amortisasi aset bisa menjadi faktor pengurang bagi Penghasilan Kena Pajak (PKP) ketika proyek migas tersebut sudah menghasilkan pendapatan.
 Gedung Kementerian ESDM. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
“Pembiayaan yang biasa dimasukkan sebagai komponen ini bisa dimasukkan sebagai komponen pengurang pajak,” lanjut Susyanto.
Selain itu, terdapat poin lain yang disetujui yakni fasilitas perpajakan di masa eksploitasi. Susyanto bilang, pemerintah masih akan membebani pajak tidak langsung (
indirect tax) seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di masa eksploitasi.
Namun, pemerintah akan memberi kompensasi berupa tambahan bagi hasil (
split) dengan nilai yang setara dengan jumlah
indirect tax.
“Nah, karena ada penggantian tadi menjadi
split, maka itu sudah bukan ranah pajak lagi, dan yang memberikan adalah Menteri ESDM,” lanjutnya.
Sudah Sampai ke JokowiDirektur Jenderal Migas Kementerian ESDM Ego Syahrial mengatakan, usulan ini sudah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam bentuk surat ke Presiden Joko Widodo.
Selain itu, rencananya Menteri ESDM Ignasius Jonan hari ini juga akan mengirimkan surat ke Jokowi agar PP tersebut bisa disetujui.
Sebab menurutnya, Kementerian ESDM sudah beberapa kali memundurkan batas pengumpulan dokumen lelang WK migas akibat tidak terbitnya PP tersebut.
Tadinya, batas akses dokumen lelang memiliki tenggat waktu 9 Agustus silam.
Namun, akhirnya ini diundur menjadi 11 September lalu. Ternyata, karena aturan ini belum rampung, batas pengembalian dokumen lelang diubah lagi ke tanggal 27 November mendatang.
“Kalau itu bisa terbit sebulan kemudian, kira-kira di awal tahun nanti kami sudah bisa putuskan siapa pemenang lelangnya,” papar Ego
(gir)