Suara 'Sumbang' Konsumen Vape Soal Cukai 57 Persen

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Jumat, 03 Nov 2017 18:05 WIB
Konsumen menganggap kebijakan pengenaan cukai terharap cairan (liquid) vape terlalu tinggi dan tidak adil karena rokok dinilai lebih berbahaya.
Konsumen menganggap kebijakan pengenaan cukai terharap cairan (liquid) vape terlalu tinggi dan tidak adil karena rokok dinilai lebih berbahaya. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wacana kenaikan cukai rokok elektronik termasuk Vape menuai kekecewaan dari penggunanya. Sebab, selain angkanya yang dinilai terlalu tinggi, Vape dinilai memberi banyak manfaat ketimbang rokok.

Benedict (25), contohnya, menganggap bahwa penerapan cukai Vape yang terlalu tinggi dirasa tidak adil. Ia beralasan, kini ia harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli cairan (liquid) Vape. Padahal, kandungan yang terdapat di dalam Vape hanyalah Nikotin yang dinilai lebih sehat dibandingkan rokok dengan kandungan tambahan tar hingga karbon monoksida.

Dengan pengenaan cukai yang terlalu tinggi, pegawai swasta ini pun berencana untuk kembali menggunakan rokok demi memenuhi kebutuhan Nikotinnya. Namun, ia melihat ini adalah langkah mundur, mengingat Vape adalah alternatif rokok yang jauh lebih sehat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Jadi kalau harga liquid-nya naik, saya akan bandingan biayanya dengan rokok, dan mungkin substitusi kembali dengan rokok. Padahal, Vape itu alternatif penyedia nikotin yang lebih sehat dari rokok. Bila konsumen Vape beralih ke rokok, maka efek kesehatannya perlu dipertimbangkan,” ujar Benedict kepada CNNIndonesia.com, Jumat (3/11).


Lebih lanjut ia menerangkan, alasan pemerintah untuk mengenakan cukai untuk alasan kesehatan dan pengendalian konsumsi anak sekolah terlalu mengada-ada. Sebab menurutnya, tidak semua Vape menggunakan tembakau sebagai bahan baku liquid. Ada beberapa Vape yang menggunakan Nikotin sintetis sebagai bahan bakunya. Sehingga, tak tepat jika liquid Vape digolongkan sebagai Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL).

Alih-alih memasang cukai jumbo, Benedict bilang seharusnya ada regulasi khusus mengenai penjualan Vape. Sebab di Indonesia, lanjutnya, belum terdapat standarisasi produk yang menyebut bahwa konsumsi Vape tidak ditujukan bagi ibu hamil maupun anak di bawah umur.

“Di luar negeri, tulisan ‘mengandung Nikotin’ diwajibkan di produk Vape, sementara Indonesia belum ada regulasinya. Saya melihat ini akal-akalan industri rokok untuk mengamankan posisi mereka dan pemerintah dapat pendapatan tambahan. Konsumen yang rugi,” jelasnya.


Hal serupa juga diutarakan Dito (26). Pria yang bekerja di salah satu bank di Jakarta ini mengatakan, cukai Vape yang dipasang pemerintah terlalu besar. Padahal, banyak teman-temannya yang menggunakan Vape sebagai sarana transisi untuk menghentikan kebiasaan merokok.

Meski harus merogoh kocek lebih dalam, Dito tak berniat untuk melakukan substitusi ke rokok. Sebab, ia masih punya keinginan untuk berhenti merokok dan meyakini Vape bisa membantunya untuk mencapai tujuan tersebut.

Menurutnya, saat ini ia perlu mengeluarkan Rp300 ribu hingga Rp400 ribu untuk membeli liquid Vape per bulannya. “Memang cukainya tinggi, tapi saya tidak akan berganti kembali ke rokok konvensional mengingat tujuan saya menggunakan Vape adalah berhenti merokok,” ujarnya.

Ia mengaku menerima jika Vape dijadikan objek cukai demi menekan konsumsi anak di bawah umur dan demi mengamankan penerimaan negara di tahun depan. Hanya saja, nilainya jangan terlalu tinggi. Menurutnya, angka 10 persen hingga 15 persen masih bisa ditoleransi olehnya.

“Menurut saya, tidak apa-apa dijadikan objek cukai. Hanya jangan terlalu agresif juga. 10 hingga 15 persen mungkin masih diterima,” ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah menetapkan cukai bagi rokok elektronik termasuk liquid Vape dengan besaran 57 persen mulai 1 Juli 2018. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2017, liquid Vape sudah sesuai dengan objek cukai mengacu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007.

Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan, saat ini banyak sekali anak usia sekolah yang mengonsumsi Vape. Selain itu, penggunaan Vape juga perlu dibatasi sesuai rekomendasi Kementerian Kesahatan. Maka itu, Bea Cukai mengenakan cukai tinggi kepada Vape agar harganya tidak terjangkau bagi konsumen golongan usia sekolah.

Meski demikian, ia mengaku belum memiliki data terkait konsumen Vape di tingkat usia sekolah.

“Kami tidak ingin Vape ini dikonsumsi oleh yang tidak berhak, atau tidak diinginkan seperti anak-anak Sekolah Dasar (SD). Dengan dikenakan cukai, kami berharap harganya dikendalikan, sehingga tidak bisa terjangkau oleh anak-anak,” kata Heru di Kementerian Keuangan, kemarin.

Sekadar informasi, pemerintah menargetkan penerimaan bea dan cukai sebesar Rp194,1 triliun di dalam APBN 2018. Angka ini meningkat 2,64 persen dari target APBNP 2017 sebesar Rp189,1 triliun.

(lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER