Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah baru merealisasikan 48,15 persen target program Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga untuk tahun ini.
Sejak dicanangkan pada akhir tahun lalu hingga awal November, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mencatat program BBM satu harga baru terealisasi di 26 titik penyalur dari target 54 titik penyalur.
"Kalau di tahun 2017, dari target 54 penyalur sampai November ini yang telah beroperasi adalah 26 titik," ujar Anggota Komite BPH Migas Saryono Hadiwidjojo dalam konferensi pers di Gedung Sekretariat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM), Jumat (3/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika dirinci, dari 26 titik yang telah beroperasi, sebanyak delapan titik berada di Provinsi Papua.
Kemudian, dua titik di Papua Barat, dua titik di Kalimantan Barat, dua titik di Maluku Utara, satu titik di Kalimantan Utara, satu titik di Sumatera Utara, satu titik di Sumatera Barat,
Selanjutnya, satu titik di Jawa Tengah, satu titik di Jawa Timur, satu titik di Nusa Tenggara Barat, dan satu titik di Nusa Tenggara Timur, satu titik di Sulawesi Tenggara, satu titik di Kalimantan Timur, satu titik di Kalimantan Tengah, satu titik di Sulawesi Utara, dan terakhir satu titik di Maluku.
Rencananya, minggu depan pemerintah meresmikan dua titik lembaga penyalur BBM satu harga di dua kabupaten di Kalimantan Barat.
Lokasi titik penyalur BBM satu harga menjamah daerah tertinggal, terluar, dan terluar (3T di Indonesia). Melalui program BBM satu harga, daerah-daerah tersebut bisa merasakan harga BBM sama dengan yang ditetapkan pemerintah yaitu Rp6.450 per liter untuk premium dan Rp5.150 per liter untuk solar.
Melihat progres tersebut, dalam dua bulan artinya masih akan ada 28 titik penyalur BBM satu harga yang akan beroperasi.
Anggota Komite BPH Migas Muhammad Ibnu Fajar optimistis target tersebut bakal tercapai mengingat beberapa titik sebenarnya sudah siap beroperasi.
"Nanti peresmian titik tidak satu-satu. Misalnya di Papua masih ada empat titik nanti diresmikan barengan," ujar Ibnu.
Ibnu menjelaskan, lembaga penyalur BBM satu harga berbeda dengan SPBU Reguler sehingga proses persiapannya bisa lebih cepat.
Sebagai pembanding, investasi lembaga penyalur BBM satu harga hanya berkisar Rp500 juta hingga Rp1 miliar sementara SPBU Reguler bisa mencapai Rp5 miliar.
Kemudian dari sisi volume, kapasitas SPBU BBM satu harga biasanya lebih kecil yaitu 5 kilo liter (kl) sementara SPBU reguler ada di kisaran 20 kl.
Hingga 2019, pemerintah menargetkan ada 150 titik pada 148 kabupaten di seluruh Indonesia untuk dibangun lembaga penyalur BBM satu harga. Realisasinya dilakukan secara bertahap yaitu sebanyak 54 titik tahun ini, lalu berlanjut 50 titik tahun depan, dan sebanyak 46 titik pada 2019.
(gir)