Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak mengaku bakal menggunakan segala sumber, termasuk laporan Paradise Paper yang dirilis International Consortium of Investigative Journalist (ICIJ) guna memastikan kepatuhan wajib pajak.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Hestu Yoga Saksama menuturkan, instansinya akan mencoba memperoleh data dan informasi dari berbagai sumber, termasuk Paradise Paper secara detail. Hal ini, menurut dia, dilakukan guna memastikan kepatuhan wajib pajak terhadap ketentuan perpajakan yang berlaku.
"Ini di antaranya, untuk mengetahui apakah harta yang sudah dilaporkan wajib pajak sudah dilaporkan dalam SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) atau telah dideklarasikan dalam amnesti pajak," ujar Yoga kepada
CNNIndonesia.com, Senin (6/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yoga menjelaskan, informasi yang berasal dari Panama Papers, transfer melalui Standard Chartered kemarin, dan Paradise Papers saat ini mendahului informasi yang nantinya akan diperoleh pemerintah melalui akses informasi untuk perpajakan
(automatic tax information exchange/AEOI). AEOI untuk Indonesia rencananya akan efektif pada September 2018 mendatang.
"Pada saat AEOI sudah berjalan efektif nanti, tentunya informasi yang kami terima akan lebih detail, luas, dan
legitimate," terang Yoga.
Paradise Papers yang terdiri dari 13,4 juta dokumen mengungpkan sejumlah nama penting yang menggunakan perusahaan cangkang
offshore. Dokumen tersebut juga mengungkap hubungan antara Rusia dengan sekretaris perdagangan Presiden AS Donald Trump, transaksi rahasia penggalangan dana untuk Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, hingga perusahaan cangkang luar negeri milik Ratu Inggris dan lebih dari 120 politisi di seluruh dunia.
Beberapa nama terkenal dari Indonesia juga disebut dalam dokumen tersebut, antara lain anak-anak mantan Presiden Soeharto, yakni Tommy Soeharto dan Mamiek Soeharto dan Prabowo.
(agi)