Kadin Nilai Wajar Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Senin, 06 Nov 2017 23:25 WIB
Soalnya, Kadin menyebutkan bahwa sektor konsumsi yang menopang pertumbuhan ekonomi paling besar juga disebut melambat.
Soalnya, Kadin menyebutkan bahwa sektor konsumsi yang menopang pertumbuhan ekonomi paling besar juga disebut melambat. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari).
Jakarta, CNN Indonesia -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai wajar perlambatan pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga ini. Soalnya, sektor konsumsi yang menopang pertumbuhan ekonomi paling besar juga disebut melambat.

Badan Pusat Statistik (BPS) melansir, pertumbuhan ekonomi nasional kuartal ketiga sebesar 5,06 persen. Realisasi ini lebih rendah dari ekspektasi pemerintah yang sebesar 5,2 persen.

"Konsumsi domestik kan kontribusinya paling besar, 50 persen lebih dalam pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto," tutur Ketua Kadin Rosan Roeslani di Kantor Kementerian Perdagangan, Senin (6/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rosan mengungkapkan, pola konsumsi masyarakat mengalami peralihan,  yaitu dari makanan dan minuman, serta pakaian ke kebutuhan kesenangan (leisure). Efeknya, pertumbuhan permintaan ritel melambat.

Pertumbuhan konsumsi makanan dan minuman melambat dari 5,23 persen pada kuartal III 2016 menjadi 5,04 persen. Sementara, restoran dan hotel tumbuh dari 5,01 persen menjadi 5,52 persen.

"Konsumen sekarang membeli makanan dengan jumlah diperkecil, lebih mengurangi membeli dalam jumlah besar. Kemudian, uangnya leisure (bersantai) dan senang-senang," katanya.

Namun, Rosan membantah tutupnya gerai ritel karena terjadi penurunan daya beli. Berdasarkan obrolannya dengan pelaku, industri ritel saat ini sedang mereposisi bisnisnya untuk mengantisipasi makin pesatnya tren belanja melalui daring (online).

Ke depan, ia memperkirakan, laju perekonomian bakal terdorong oleh harga komoditas yang mungkin merangkak. Naiknya harga komoditas bakal berdampak positif pada sektor ekspor.

Sebelumnya, BPS menyebutkan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga selama Juli-September 2017 sebesar 4,94 persen secara tahunan atau melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu, 5,01 persen.

Karenanya, Rosan kembali mengusulkan pemerintah seharusnya membebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) selama periode tertentu demi meningkatkan kembali gairah daya beli masyarakat. 

“PPN enggak usah ada dulu lah buat orang belanja, terutama untuk konsumsi barang-barang sehari-hari. Itu kan bisa untuk menstimulus orang belanja,” imbuh dia. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER