Jakarta, CNN Indonesia -- Negara-negara anggota Trans Pacific Partnership (TPP) memutuskan untuk melanjutkan pembicaraan mengenai poin-poin kesepakatan perdagangan, meski awalnya Kanada menolak diskusi lebih lanjut.
Delegasi antar negara TPP telah menyepakati klausul-klausul dasar kerja sama yang diberi nama Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP) pada Jumat (10/11) kemarin.
Menurut draf yang dihimpun Reuters, 11 negara telah berkomitmen untuk menyetujui klausul dasar perjanjian sembari menegosiasikan beberapa kesepakatan lain. Dokumen tersebut rencananya akan dirilis Sabtu (11/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di dalam pertemuan itu, Jepang dikabarkan melakukan lobi paling gencar mengingat TPP bisa membantu negara matahari terbit itu untuk mengurangi dominasi ekonomi China di Asia. Sebab, hasil dari kesepakatan TPP akan bermuara pada pembebasan tarif perdagangan sektor industri dan peternakan di 11 negara yang memiliki total nilai perdagangan sebesar US$356 miliar pada 2016.
Namun, negosiasi yang dilakukan masih menyisakan kajian teknis untuk empat poin yang membutuhkan konsensus dari para anggota pakta agar penandatanganan kerja sama bisa segera dilaksanakan.
“Masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan, tetapi kesepakatan telah menunjukkan kemajuan yang baik hari ini,” ujar Menteri Perdagangan Kanada Francois-Philippe Champagne seperti dikutip dari Reuters, Jumat (10/11) malam.
Kanada, negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di TPP setelah Jepang, mengingingkan kerja sama yang mampu melindungi sisi ketenagakerjaan masing-masing negara. Selain itu, Champagne juga menuturkan, TPP masih harus berjibaku pada kebijakan perdahangan sektor otomotif dan perlindungan budaya.
Secara terpisah, perwakilan dari delegasi Kanada mengatakan, negara-negara anggota TPP telah menyepakati kerangka kesepakatan. Nantinya, selain pengurangan tarif, kerja sama TPP juga menghasilkan kebijakan mengenai lingkungan, hak-hak pekerja, dan hak intelektual.
Kelanjutan kesepakatan ini merupakan hasil awal yang positif bagi penyusunan prinsip dasar TPP setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump memastikan negaranya mundur pakta tersebut dengan alasan kebijakan “America First”.
Tak hanya itu, kesepakatan TPP juga sempat tersendat setelah ketua negosiator Vietnam terlihat meninggalkan putaran pertama negosiasi. Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau pun mangkir dari pertemuan antar pemimpin negara-negara pakta tersebut.
Siapkan Strategi Hadapi 'Perseteruan' AS dan ChinaPada kesempatan berbeda, tepatnya di Guizhou, China, Sekretaris Ketiga Bidang Ekonomi Kedutaan Besar RI untuk Beijing Evan Pujonggo menyampaikan, Indonesia menyiapkan strategi baru di bidang ekonomi global pascapertemuan Presiden China Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Beijing, 8-10 November 2017.
"Tentunya kita harus bangun strategi baru dengan China bahkan ASEAN dan beberapa negara, seperti India dan Rusia," kata Evan seperti dikutip dari Antara, Sabtu (11/11).
Selain harus bisa memanfaatkan berbagai peluang, menurut dia, Indonesia juga harus mengantisipasi hal terburuk hubungan China-AS ke depan.
"Ada peluang bagi kita (Indonesia) karena China sedang khawatir terhadap AS," katanya.
Namun, Indonesia juga harus mengantisipasi beberapa kebijakan AS yang justru berdampak buruk bagi perekonomian global.
"Kalau AS sampai mengeluarkan kebijakan, seperti menarik investasi dan segala macam karena investasi AS di mana-mana, maka kejadiannya bisa seperti pada 1997. Negara Asian jadi korban," ungkapnya.
Meskipun demikian, Evan melihat sisi positif pertemuan tiga hari Xi-Trump di Beijing yang penuh suasana kekeluargaan tersebut.
Menurut dia, Trump sebenarnya sedang berupaya mendorong China untuk mencoba menyeimbangkan neraca perdagangannya dengan AS karena selama ini merasa dicurangi dengan kondisi defisit perdagangan.
(lav/vws)