Pengusaha: Jumlah Tenaga Kerja Sektor Ritel Menciut

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Kamis, 16 Nov 2017 11:11 WIB
Selain sektor ritel, pengusaha juga menyebut sektor pertanian dan perkebunan, serta manufaktur banyak mengalami penurunan jumlah tenaga kerja.
Selain sektor ritel, pengusaha juga menyebut sektor pertanian dan perkebunan, serta manufaktur banyak mengalami penurunan jumlah tenaga kerja. (CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebut, jumlah tenaga kerja di sektor industri ritel, manufaktur, serta pertanian dan perkebunan paling banyak mengalami penurunan pada tahun ini.

Ketua Komite Tetap Hubungan Industrial Kadin Indonesia Soeprayitno memperkirakan, rata-rata jumlah tenaga kerja di ketiga sektor tersebut berkurang sekitar 1-2 persen di banding tahun lalu.

Ia menyebut, penurunan jumlah tenaga kerja di sektor ritel disebabkan adanya gempuran teknologi dan digitalisasi yang membuat perusahaan kerap melakukan efisiensi. Belum lagi, ada peningkatan beban operasional yang meningkat, salah satunya dari biaya logistik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun pengurangan di sektor pertanian dan perkebunan terjadi karena minat pekerja berkurang pada sektor itu.

"Pertanian itu karena banyak sarjana pertanian yang tidak mau kerja di sektor tersebut. Mereka lebih memilih ke sektor lain, misalnya jasa atau ke perusahaan lain," ujarnya saat berbincang dengan CNNIndonesia.com di kawasan Harmoni, Rabu (15/11).

Sementara itu, di sektor industri manufaktur karena bergesernya kemampuan sumber daya manusia (SDM) di dalam negeri. Hal ini terjadi lantaran akar ilmu dan kurikulum yang digunakan dianggap tak lagi relevan.

"Ada miss match antara kurikulum dengan kebutuhan industri. Misalnya, lulusan teknik mesin belajarnya mesin Toyota tahun 1970-an. Padahal sekarang sudah eranya mesin matic, kan harusnya disesuaikan," katanya.

Alasan lain, penurunan jumlah tenaga kerja terjadi lantaran adanya pergeseran orientasi kerja masyarakat yang semula ingin bekerja formal, kini lebih menggantungkan hidupnya pada sektor informal.

"Sebenarnya penyerapan masih besar, tapi lebih ke informal. Sedangkan yang formal turun, apalagi karena banyak yang outsourcing (pekerja kontrak) tak diteruskan lagi," terangnya.

Sementara itu, pengusaha nasional sekaligus Komisaris Utama PT Panasonic Gobel Indonesia Rachmat Gobel menganggap, penurunan jumlah tenaga kerja yang utama lebih banyak dari sektor ritel. Adapun hal ini ditandai dengan gugurnya satu per satu gerai toko ritel fisik yang disertai dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi karyawannya.

Ia melihat, pelemahan ritel yang disertai PHK terjadi lantaran munculnya pemanfaatan berlebih pada kemajuan teknologi dan digitalisasi. Hal ini membuat beberapa pekerjaan yang sebelumnya dikerjakan oleh sumber daya manusia (SDM) tergantikan oleh sistem.

Kendati begitu, ia bilang, teknologi dan digitalisasi seharusnya tak dianggap sebagai ancaman semata. Sebab, kedua hal itu tetap memberikan manfaat pada efisiensi dan produktivitas industri.

Selain itu, senada dengan Soeprayitno, ada andil dari peningkatan beban operasional yang membuat banyak gerai ritel terpaksa gulung tikar. Salah satu beban operasional itu adalah masih tingginya biaya kelogistikan.

"Produk kita sering kalah karena harga lebih mahal. Justru lebih murah impor. Itu karena cost logistic (biaya logistik) yang mahal," kata mantan Menteri Perdagangan itu.

Kendati demikian, menurut Gobel, kondisi tersebut bukanlah pertanda bahwa ekonomi Indonesia akan terpuruk. Sebab, pelemahan itu tak hanya terjadi di Tanah Air, melainkan juga di negara-negara lain.

"Kalau lihat riil memang benar, misal ritel banyak yang tutup. Tapi saya melihat bahwa tutup itu bukan artinya sudah mati, belum kiamat kok," pungkas Gobel.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi kenaikan jumlah pengangguran di Indonesia sebesar 10 ribu orang menjadi 7,04 juta orang pada Agustus 2017. Sedangkan jumlah pengangguran pada Agustus 2016 sebesar 7,03 juta orang.

Namun, BPS mengklaim, peningkatan jumlah pengangguran karena bertambahnya jumlah angkatan kerja di Indonesia sekitar tiga juta orang per tahun. Sebab, data Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebenarnya turun dari 5,61 ke 5,5 pada Agustus kemarin dari periode yang sama tahun lalu.

Menurut BPS, jumlah tenaga kerja menurun di sektor pertanian sebesar 2,21 poin, pertambangan 0,10 poin, dan sektor konstruksi turun 0,01 poin. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER