Sri Mulyani Sebut Praktik Ijon Rusak Basis Pajak

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Minggu, 19 Nov 2017 14:15 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan tak akan melakukan praktik ijon seperti yang pernah dilakukan Menteri Keuangan sebelumnya, karena merusak basis pajak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan tak akan melakukan praktik ijon seperti yang pernah dilakukan Menteri Keuangan sebelumnya, karena merusak basis pajak. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pihaknya tak akan melaksanakan praktik ijon pajak demi memenuhi target penerimaan pajak tahun ini. Praktik ijon dianggap tidak adli dan merusak basis dasar (baseline) perhitungan pajak tahun berikutnya.

Adapun, praktik ijon adalah pemungutan setoran pajak tahun depan yang dilakukan lebih awal untuk mengamankan penerimaan. Strategi ini pernah dilakukan Menteri Keuangan terdahulu, Bambang Brojonegoro, pada 2015 lalu guna mengejar target penerimaan pajak yang terbilang tinggi.  

Ia menjelaskan, dalam mengidentifikasi penerimaan pajak di tahun depan, pemerintah menentukan baseline berdasarkan penerimaan normal dan potensi penerimaan pajak yang kemungkinan muncul di tahun berikutnya. Jika ijon dilakukan, artinya baseline pajak yang seharusnya digunakan untuk tahun depan malah bergeser untuk dijadikan dasar penerimaan pajak di tahun ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini, membuat pemerintah perlu mengidentifikasi potensi penerimaan pajak baru di tahun depan dan dikhawatirkan membuat penerimaan pajak tahun berikutnya tidak mencapai target.

"Saya tidak melakukan ijon. Saya melarang ijon sejak saya kembali ke Indonesia karena itu tidak fair dan merusak basis dasar perpajakan kita. Jadi saya tekankan, kalau Anda merasa didatangi aparat pajak dan mereka minta ijon, maka laporkan ke saya," jelas Sri Mulyani di kantornya, beberapa waktu lalu.

Alih-alih melakukan ijon, instansinya akan menegaskan intensifikasi pajak karena potensi pajak Indonesia dianggap cukup besar. Hal itu, lanjutnya, terlihat dari rasio pajak (tax ratio) Indonesia yang saat ini masih kecil, di mana angkanya diperkirakan mencapai 9,72 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tahun anggaran 2017.

Bahkan, ia juga mengutip riset International Monetary Fund (IMF) yang menyebut bahwa potensi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Indonesia bisa mencapai 1,5 persen dari PDB. Sehingga menurut Sri Mulyani, pemungutan pajak melalui insenfikasi akan lebih manusiawi dibanding melaksanakan praktik ijon untuk mengejar target tahun 2017.

"Jadi kami identifikasi potensi penerimaan pajak yang memang selama ini sudah teridentifikasi tapi tidak terkoleksi. Sehingga kalau kami tahu ada PPh di beberapa sektor tertentu (yang masih bisa diambil), kami akan lihat," ungkapnya.

Salah satu intensifikasi pajak menjelang akhir tahun ini adalah dinamisasi pajak. Adapun, dinamisasi pajak adalah pembayaran angsuran Pajak Penghasilan PPh yang lebih fleksibel mengikuti kondisi finansial Wajib Pajak (WP).

Sebagai contoh, jika ada WP yang memiliki PPh terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) di tahun kemarin, maka pembayaran PPh tahun lalu harus diangsur per bulan di tahun ini. Namun, jika di tahun ini kondisi usaha WP sedang kinclong, maka kewajiban bayar PPh WP harus disesuaikan kembali dengan menambah nilai angsurannya ke negara.

Menurutnya, pelaksanaan dinamisasi ini sama sekali bukan alat untuk memeras WP. Pasalnya, aturan ini sudah tertulis di dalam pasal 25 Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008.

"Kalau kami melakukan dinamisasi dan optimalisasi, itu karena kami melihat potensi itu ada dan itu bukan alat untuk memeras pajak," paparnya.

Sekadar informasi, realisasi penerimaan pajak hingga Oktober 2017 baru mencapai Rp869,6 triliun. Angka ini baru mencapai 67.7 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penyesuaian (APBNP) 2017 sebesar Rp1.238,6 triliun.

(agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER