Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) mencatat sekitar 6.080 Wajib Pajak di sektor minyak dan gas serta mineral dan batu bara tak ikut program Pengampunan Pajak.
DJP mencatat total WP di sektor migas dan minerba mencapai 7.115, baik individu maupun badan. Namun, hanya sekitar 1.035 WP di sektor tersebut yang mengikuti program Pengampunan Pajak atau
Tax Amnesty.
Hal itu dipaparkan Indonesia Corruption Watch (ICW) mengutip data publik Ditjen Pajak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Manajer Riset ICW Firdaus Ilyas mengatakan, minimnya partisipasi WP menunjukkan belum optimalnya penerimaan negara, baik Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) maupun pajak, karena rasio pajak yang menurun.
Di sisi lain, ia menambahkan, dampak Pengampunan Pajak belum terlihat.
ICW, mengutip data Ditjen Pajak, menemukan hanya ada 967 WP di sektor minerba dari total 6.001 WP. Sedangkan di sektor migas, hanya 68 WP yang ikut Pengampunan Pajak, dari total 1.114 pembayar pajak.
“Data realisasi uang tebusan
Tax Amnesty di Periode I untuk WP pertambangan minerba, paling rendah ada yang membayar Rp5.000 sedangkan di migas adalah Rp150.000,” kata Firdaus dalam diskusi soal batu bara di Jakarta, Senin (20/11).
Di sisi lain, kontribusi sektor mineral dan batu bara pada penerimaan pajak juga menunjukkan tren penurunan sepanjang 2012-2016, yakni dari 5 persen mencapai 2 persen. Dari Rp28 triliun pada 2012 menjadi hanya Rp16 triliun pada 2016.
Rasio Pajak di sektor pertambangan minerba pun menunjukkan penurunan sepanjang 2011-2016, yakni 12 persen hingga 3,88 persen.
Firdaus menuturkan, penelusuran ICW menemukan ada indikasi tidak dilaporkannya transaksi ekspor batu bara sepanjang 2006-2016, yaitu US$27,06 miliar atau Rp365,3 triliun.
Hal itu, lanjut dia, berdampak pada indikasi kerugian negara, baik dari kewajiban perusahaan batu bara untuk Pajak Penghasilan maupun royalti.
Validasi Data Ditjen Pajak Direktur Penegakan Hukum Ditjen Pajak Yuli Kristiono mengatakan, pihaknya meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menginisasi validasi data dari sejumlah lembaga berkaitan dengan data WP secara keseluruhan.
Lembaga yang dimaksud adalah Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM, Ditjen Bea Cukai.
“Ini untuk
sharing (berbagi) data, berapa volume faktual harga maupun cost (biaya) baik dari PKP2B maupun pemegang IUP,” terang Yuli dalam acara tersebut.
Di sisi lain, pihaknya juga masih mendalami sejumlah pihak yang disebut dalam Panama Papers maupun Paradise Papers. Ia mengharapkan, sinergi dari pelbagai pihak itu bisa membuat upaya penerimaan pajak bisa lebih matang.
“Kami juga masih menunggu data mikronya,” tegas dia.
(asa)