Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menargetkan pembentukan induk usaha
(holding) BUMN keuangan bisa rampung pada kuartal pertama tahun depan, menyusul
holding BUMN pertambangan yang sudah lebih dulu resmi terbentuk. Harapannya,
holding dapat mendorong efisiensi bank-bank BUMN yang dapat berdampak pada penurunan bunga kredit.
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Jasa Konsultasi Kementerian BUMN Gatot Trihargo mengaku, efisiensi bank BUMN sudah dimulai dari sinergi yang sudah dilakukan antar bank BUMN melalui Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara). Saat ini, Himbara tengah merampungkan integrasi mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Link dan mesin perekam data transaksi
(Electronic Data Capture/EDC) Link.
Menurut Gatot, integrasi tersebut setidaknya meringankan beban operasional perbankan yang semula dialokasikan untuk memperbanyak ATM dan EDC. Pasalnya, dengan integrasi tersebut, 'moratorium' untuk membeli mesin ATM dan EDC bisa dilakukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi mereka bisa gunakan dananya untuk beban operasional lain," ujar Gatot, Senin kemarin (20/11).
Keringanan beban operasional juga bisa digunakan untuk menutup beban dana yang digunakan untuk penyaluran kredit. Sehingga, bunga kredit dari bank BUMN ke depan, bisa lebih kompetitif.
Direktur Utama BNI Achmad Baiquni menjelaskan,
holding tak hanya dapat mendorong efisiensi bank-bank BUMN dari sisi operasional, tetapi juga biaya dana.
"Kalau ingin mencari dana ke investor itu bisa sama-sama, sehingga bisa dapat bunga lebih murah. Biaya dana jadi lebih murah," terang Baiquni kepada CNNIndonesia.com, Selasa (21/11).
Efisiensi tersebut pun diharapkan pada akhirnya dapat mendorong bunga kredit bank BUMN lebih murah. "Kalau biaya dana lebih murah dan biaya operasional bisa ditekan, tentunya bunga kredit pada akhirnya juga bisa kami turunkan," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Keuangan BTN Iman Nugroho Soeko mengaku, adanya
holding jasa keuangan, tak serta merta membuat bank BUMN kompak saat menurunkan bunga kredit. Pasalnya, segmentasi bank-bank BUMN berbeda satu sama lain.
"Bank tetap akan beroperasi secara independen. Jadi tidak kompak-kompakan turunkan bunga kredit, meski sangat dimungkinkan penurunan suku bunga kredit itu. Tapi ke sektor mana prioritasnya dan besarannya, akan diputuskan oleh masing-masing bank," pungkasnya.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengaku berharap bunga kredit dari perbankan pelat merah bisa lebih kompetitif pada tahun depan seiring terbentuknya
holding. Namun, ia pesimis hal tersebut bakal terwujud.
Menurut Hariyadi, sekalipun tergabung dalam
holding, masing-masing bank tetap punya segmentasi kredit dan penerapan manajemen yang berbeda. Hal ini membuat penurunan bunga kredit tak serta merta akan dilakukan, meski ada
holding."Memang seharusnya dengan adanya
holding, konsolidasi antara mereka itu membuat mereka lebih efisien dan penyaluran kredit serta bunganya lebih baik lagi. Tapi memang semua bergantung pada manajemen masing-masing bank," ujar Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani.
Kendati begitu, Hariyadi menilai, sebenarnya saat ini bunga kredit yang ditawarkan perbankan BUMN sudah cukup kompetitif. Di sisi lain, perbankan swasta pun berusaha terus mengimbangi bunga kredit yang diberikan perbankan BUMN.
Dengan demikian, jika bank BUMN mampu menurunkan bunga kreditnya, bank swasta pun diharapkan akan ikut menurunkan bunga kredit. Alhasil, bunga kredit perbankan secara industri pun dapat terkerek turun.
"Memang ada masih ada beberapa segmentasi kredit yang masih konservatif dari perbankan BUMN. Kalau swasta kan kesannya lebih agresif," imbuhnya.
Per akhir September, rata-rata Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) korporasi bank BUMN berada di kisaran 9,95 persen hingga 11 persen, bunga kredit ritel di kisaran 9,75 persen hingga 11,5 persen. Kemudian rata-rata bunga dasar kredit mikro 17,5 persen hingga 18 persen, bunga KPR di kisaran 10,25 persen hingga 10,5 persen, sedangkan bunga kredit konsumsi non-KPR di kisaran 11,5 persen hingga 12,5 persen.
 Suku Bunga Dasar Kredit posisi akhir September 2017 (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani) |
Kendati bunga kredit lebih murah, pengusaha menurut Hariyadi tetap mempertimbangkan iklim investasi dan usaha dalam meminjam kredit. Saat ini, diakui Hariyadi, pengusaha tengah memikirkan masak-masak peluang bisnis tahun depan.
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistyaningsih melihat, adanya
holding keuangan tak serta merta membuat bank pelat merah bisa menurunkan bunga kreditnya. Sebab, ada beberapa faktor yang masih mempengaruhi.
Pertama, kondisi internal perbankan. Menurutnya, saat ini perbankan BUMN masih konsolidasi memperbaiki rasio kredit bermasalah
(Non Performing Loan/NPL) masing-masing.
Adapun NPL
gross masing-masing perbankan sampai kuartal III 2017, yaitu PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar 3,75 persen, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN 3,1 persen, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI 2,8 persen, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) atau BRI 2,33 persen.
"Kalau NPL masih tinggi, tentu mereka harus memperbesar dana pencadangan. Artinya, mereka harus menahan dana yang seharusnya bisa digunakan untuk memperluas kredit baru, justru untuk pencadangan," ucap Lana.
Kedua, permintaan kredit dari korporasi dan masyarakat masih lemah. Bahkan, hal ini diperkirakan masih akan berlanjut pada tahun depan, meski arahnya membaik. Artinya, kalau tidak gencar juga permintaannya, bank tetap akan menahan diri untuk memperluas kredit dan menurunkan bunga kredit.
Ketiga, pengembalian dana dari kredit yang diberikan selama ini masih lambat. Alasannya, aliran kredit dari perbankan pelat merah umumnya mengalir ke proyek-proyek infrastruktur pemerintah yang bersifat jangka panjang. Hal ini membuat dana perbankan yang diberikan melalui kredit tak cepat kembali.
Keempat, tak ada lagi stimulus dari kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Indonesia (BI). Sebab, sesuai dengan arah kebijakan BI, tak ada lagi ruang penurunan suku bunga BI
(7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) pada tahun depan.
Pemicunya karena bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve justru berencana meningkatkan suku bunganya pada akhir tahun ini. "BI memang sudah tidak bisa turunkan karena bank sentral negara lain justru trennya menaikkan suku bunganya," imbuhnya.
Untuk itu, Lana pesimis bahwa bunga kredit perbankan BUMN bisa lebih kompetitif pada tahun depan. Namun, ia bilang, ada satu keajaiban, yaitu bila pemerintah memberikan paksaan kepada perbankan BUMN untuk turunkan bunga kredit.
"Intinya tidak bisa, kecuali pemerintah memaksa turun. Karena kan pemerintah juga punya saham di bank BUMN itu," pungkasnya.
Pembagian Bisnis Rencananya,
holding jasa keuangan akan dipimpin oleh PT Danareksa (Persero). Sedangkan beberapa perusahaan yang masuk di bawah koordinasi
holding, yaitu empat perbankan pelat merah, yakni BRI, BNI, Bank Mandiri BTN, serta PT Jalin Pembayaran Nusantara, PT Pegadaian (Persero), PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, dan PT Permodalan Nasional Madani (PMN).
Dengan terbentuknya
holding, Bank Mandiri akan diarahkan ke sektor kredit korporasi, termasuk memberikan pembiayaan kepada proyek-proyek infrastruktur pemerintah yang masih ada di dua tahun terakhir.
BNI akan diarahkan ke sektor konsumer, meski tak menutup kemungkinan bisa pula fokus ke korporasi Meski, tak menutup kemungkinan bisa juga fokus ke segmen kredit korporasi, mengingat penetrasi kredit korporasi BNI, khususnya yang ke infrastruktur pemerintah juga tak kalah besar.
Sementara itu BRI, akan difokuskan ke segmentasi kredit mikro, seperti kredit bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Terakhir, BTN akan fokus ke Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Bersamaan dengan pemetaan ini, Gatot berharap, penetrasi pasar dari perbankan pelat merah kian besar, misalnya mencapai 45-50 persen. Sedangkan saat ini baru sekitar 30 persen.
(agi)