Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebut Bank BUMN dapat menyalurkan pinjaman guna membiayai PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) selaku
holding BUMN sektor tambang untuk mengambil alih saham Freeport tanpa harus menunggu holding BUMN jasa keuangan terbentuk.
Rencananya,
holding BUMN di sektor tambang bakal mengelola 51 saham Freeport. Saat ini, holding telah resmi terbentuk dan memegang 9,36 persen saham Freeport yang sebelumnya dipegang langsung pemerintah.
Holding tersebut pun nantinya bakal mengambil alih saham yang bakal didivestasi Freeport sebesar 41,64 persen.
Kendati membutuhkan dana besar, Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo menilai untuk membiayai akuisisi Freeport, Bank BUMN tak perlu membentuk holding (induk usaha).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau pembiayaan seperti Freeport kan isu lain. Itu dengan atau tanpa holding pun akan juga dilakukan," ujar Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo, Senin (20/11).
Adapun hingga kini negosiasi antara Freeport dan Pemerintah Indonesia belum rampung. Sebelumnya, ada perbedaan perhitungan terkait harga saham divestasi Freeport antara Menteri ESDM Ignatius Jonan dan CEO Freeport-McMoRan Inc. Richard C. Adkerson.
Jonan mengestimasi harga saham yang akan didivestasi Freeport sebesar 41,46 persen sekitar US$3,45 miliar atau setara Rp46,57 triliun untuk menyerap sisa saham Freeport sebesar 41,64 persen. Sementara itu, harga sisa saham Freeport yang akan didivestasi versi Adkerson mencapai US$5,41 miliar atau setara Rp73,08 triliun.
Rencananya, 70 persen biaya akuisisi Freeport bakal dibiayai dengan menggunakan pinjaman perbankan. Dengan demikian, pinjaman yang kemungkinan bakal dikucurkan untuk membeli 41 persen saham tersebut Rp29,15 triliun menurut perhitungan harga versi Jonan dan Rp51,16 triliun menurut perhitungan harga versi Adkerson.
Pemerintah sendiri menargetkan pengambialihan saham Freeport ini rampung pada kuartal pertama tahun depan. Bersamaan dengan itu, pemerintah juga bakal merampungkan holding BUMN perbankan.
Gatot menjelaskan pembentukan holding jasa keuangan sejak awal ditujukan untuk mengefisienkan dan memperkuat permodalan para perusahaan yang ada di bawah holding, termasuk bank-bank BUMN. Dengan demikian, kinerja perusahaan, termasuk penyaluran kredit diharapkan semakin kuat.
"Jadi mau ada aksi korporasi di tempat lain tetap saja perbankan kita bekerja seperti biasa," imbuhnya.
Rencananya, holding jasa keuangan akan dipimpin oleh PT Danareksa (Persero). Sedangkan beberapa perusahaan yang masuk di bawah koordinasi holding, yaitu empat perbankan pelat merah, yakni BRI, BNI, Bank Mandiri BTN, serta PT Jalin Pembayaran Nusantara, PT Pegadaian (Persero), PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, dan PT Permodalan Nasional Madani (PMN).
Dengan terbentuknya holding, Bank Mandiri akan diarahkan ke sektor kredit korporasi, termasuk memberikan pembiayaan kepada proyek-proyek infrastruktur pemerintah yang masih ada di dua tahun terakhir.
BNI akan diarahkan ke sektor konsumer, meski tak menutup kemungkinan bisa pula fokus ke korporasi Meski, tak menutup kemungkinan bisa juga fokus ke segmen kredit korporasi, mengingat penetrasi kredit korporasi BNI, khususnya yang ke infrastruktur pemerintah juga tak kalah besar.
Sementara itu BRI, akan difokuskan ke segmentasi kredit mikro, seperti kredit bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Terakhir, BTN akan fokus ke Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Bersamaan dengan pemetaan ini, Gatot berharap, penetrasi pasar dari perbankan pelat merah kian besar, misalnya mencapai 45-50 persen. Sedangkan saat ini baru sekitar 30 persen.
(agi)