Gangguan Pipa Minyak Laut Bawa Berkah, Harga Minyak Terkerek

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Selasa, 12 Des 2017 06:59 WIB
Padahal, pipa Laut Utara dapat dialiri 450 ribu barel per hari (bph) minyak mentah Forties dari Laut Utara ke terminal pemrosesan Kinneil di Skotlandia.
Padahal, pipa Laut Utara dapat dialiri 450 ribu barel per hari (bph) minyak mentah Forties dari Laut Utara ke terminal pemrosesan Kinneil di Skotlandia. (REUTERS/Sergei Karpukhin).
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak dunia terkerek pada perdagangan awal pekan ini, Senin (11/12) waktu Amerika Serikat (AS). Hal itu disebabkan oleh berhentinya operasional pipa minyak Laut Utara yang dalam perbaikan. Ditambah lagi, perhatian investor terhadap komoditas pasca ledakan yang terjadi di New York, AS.

Dilansir dari Reuters, Selasa (12/12), harga minyak mentah Brent berjangka terdongkrak US$1,29 atau sekitar 2 persen menjadi US$64,69 per barel. Kenaikan juga terjadi pada harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) berjangka sebesar 1 persen atau US$0,63 menjadi US$57,99 per barel.

Selisih harga antara minyak mentah Brent dan WTI berjangka merupakan yang terbesar sejak akhir Oktober. Kenaikan harga minyak mentah Brent berjangka dipicu oleh berhentinya operasional pipa minyak dari Laut Utara yang membawa lima aliran minyak mentah yang diperhitungkan dalam perhitungan harga acuan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pipa Laut Utara dapat dialiri 450 ribu barel per hari (bph) minyak mentah Forties dari Laut Utara ke terminal pemrosesan Kinneil di Skotlandia. Operator telah mengoperasikan pipa ini dibawah kapasitasnya sebelum operasionalnya terhenti.

"Ini kekhawatiran terkait pasokan, tidak hanya karena pipa (Laut Utara) dialiri minyak mentah dari Laut Utara dengan porsi yang signifikan, melainkan juga waktu penyelesaiannya bisa memakan waktu berminggu-minggu," ujar Analis Energi Senior Interfax Energy's Global Gas Analytics Abhishek Kumar di London.

Partner Again Capital LLC John Kilduff mengungkapkan, sebelumnya pasar telah berekspektasi bahwa pipa Laut Utara dapat segera beroperasi normal. Karenanya, pasar terkejut dengan berhentinya operasional pipa tersebut.

Di awal sesi perdagangan, lonjakan harga yang lebih tinggi sempat terjadi pada harga Brent dan WTI berjangka pasca ledakan di Terminal Bus Otoritas Pelabuhan New York, salah satu kawasan terminal tersibuk, pada Senin (11/12) waktu setempat.

Kilduff mengungkapkan, investor cenderung memilih aset komoditas keras di tengah situasi yang berisiko tinggi, seperti emas dan perak. Selain itu, minyak juga bisa menarik investasi.

Harga minyak mentah Brent dan WTI terdorong tahun ini berkat kesepakatan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan beberapa negara produsen minyak untuk memangkas produksi minyak sebesar 1,8 juta bph sejak Januari 2017 lalu. 

Kesepakatan ini sedianya berakhir pada Maret 2018, namun diperpanjang menjadi akhir 2018 dalam Pertemuan OPEC yang digelar pada 30 November 2017 lalu di Wina, Austria.

Akhir pekan lalu, Menteri Perminyakan Kuwait memberikan sinyal bahwa strategi untuk keluar dari kesepakatan pemangkasan produksi bakal dikaji sebelum Juni 2018.

Senin lalu, Menteri Perminyakan Uni Emirat Arab mengungkapkan OPEC berencana mengumumkan strategi untuk keluar dari kesepakatan pemangkasan tersebut pada Juni 2018. Namun, ia melanjutkan, bukan berarti kesepakatan tersebut akan berakhir pada saat strategi tersebut diumumkan.

Di sisi lain, lonjakan harga akibat pemangkasan produksi bisa ditekan oleh kenaikan produksi minyak AS, yang tidak ikut dalam kesepakatan tersebut.

Perusahaan Layanan Energi Baker Hughes mengungkapkan, jumlah rig pengeboran minyak baru di AS bertambah dua menjadi 751 rig pada pekan lalu. Angka itu merupakan angka tertinggi sejak September.

"Perhatian terbesar investor saat ini tetap pada kenaikan jumlah rig di AS," ujar Penasehat Ekuitas dan Produk Derivatif ASR Wealth Advisers Shane Chanel.

Pertambahan jumlah rig minyak mengindikasikan bakal terjadi kenaikan produksi minyak AS lebih lanjut. Terakhir, produksi minyak AS telah mencapai 9,71 juta bph atau melonjak lebih dari 15 persen sejak pertengahan 2016.

Realisasi produksi tersebut merupakan level tertinggi sejak awal 1970-an, dan mendekati jumlah produksi negara produsen minyak utama seperti Arab Saudi dan Rusia. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER