Cerita Seekor Ikan Kerapu Rp4 Juta di Natuna

Bintoro Agung | CNN Indonesia
Senin, 18 Des 2017 04:41 WIB
Salah seorang nelayan bernama Nurrohman pernah memperoleh ikan kerapu antik berbobot 80 kilogram yang kemudian ia jual seharga Rp4 juta.
Salah seorang nelayan bernama Nurrohman pernah memperoleh ikan kerapu antik berbobot 80 kilogram yang kemudian ia jual seharga Rp4 juta. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Senyum penuh bangga menghiasi wajah Nurrohman saat memamerkan sebuah foto di ponselnya. Dalam foto tersebut, Nurrohman sedang berpose bersama ikan kerapu antik berbobot 80 kilogram yang kemudian ia jual seharga Rp4 juta.

Momen spesial itu terjadi setahun lalu. Pria asli Betawi itu ingat betul ikan yang ia tangkap adalah terbesar yang pernah didapat.

Nurrohman adalah salah satu warga perantauan yang datang ke Kepulauan Natuna dan menjalani kehidupan sebagai nelayan. Sebagai pendatang dari ibukota pada 1995 silam, ia tak punya latar belakang bekerja di lautan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi nelayan mulai dari nol. Mau enggak mau harus bisa," ucapnya dengan aksen Betawi yang masih tersisa.


Nurrohman terdaftar sebagai satu dari 10.525 warga Kabupaten Natuna yang berprofesi nelayan penuh. Dia juga mengepalai Koperasi Indonesia Hijau di sana.

Sehari-hari, ia biasa melaut bersama kru kapalnya melintasi perairan Natuna. Tongkol, angoli, kakap merah, kurisi bali, merupakan jenis ikan yang bisa ia pancing.

Cara Nurrohman menangkap ikan terbilang masih sederhana. Dia dan semua nelayan di Natuna masih mengandalkan alat pancing, bukan alat tangkap jaring.

Secara umum, menangkap ikan dengan alat pancing kalah efektif dibanding memakai jaring. Hanya saja, potensi ikan yang melimpah di Natuna memudahkan pekerjaan nelayan setempat.


Agustian, ketua Koperasi Nelayan Mandiri di Selat Lampa, mengatakan untuk sekali melaut mereka bisa menghasilkan pendapatan kotor Rp11 juta-Rp12 juta. Dikurangi modal melaut sekitar Rp4 juta setiap pekan, Agustian dan tiga orang krunya memetik pendapatan bersih hingga Rp7 juta.

Sama seperti Nurrohman, Agustian masih memakai alat pancing. Dalam seminggu, dia dan kawan-kawannya bisa menangkap 400 kilogram ikan.

Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat Wilayah Perairan Perikanan (WPP) 711 Natuna menyimpan potensi 1.143.673 ton ikan.

Potensi besar dan posisinya di paling luar perbatasan mendasari pemerintah menetapkan Natuna sebagai salah satu Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT), bersama 11 WPP lain di Indonesia. Harapannya, SKPT bisa merangsang ekonomi daerah perbatasan lewat perikanan sekaligus mencegah kapal-kapal asing berkeliaran di perairan NKRI.


Di kabupaten berpenduduk 73.469 orang itu, keberadaan SKPT mulai berdampak terhadap kehidupan nelayan. Meski pembangunannya agak terhambat, SKPT Natuna mulai memotori aktivitas perikanan setempat lewat beragam fasilitas.

Sebagai gambaran, SKPT Natuna punya fasilitas dermaga, ruang pendingin ikan, pabrik es, listrik, air bersih, barak nelayan, sistem rantai dingin, mobil pengangkut ikan, hingga tangki pengisian bahan bakar solar khusus nelayan.

SKPT ini efektif beroperasi sejak Juni 2017 di bawah naungan Perum Perindo. Manajer Unit Perum Perindo, Yogi Adri Firmanto menjelaskan SKPT Selat Lampa untuk sementara berhasil mencapai misi pertamanya yakni menarik para nelayan agar membawa ikan tangkapannya ke sana.

"Total nelayan yang dibina sekitar 70-an," ucap Yogi.

Ada beberapa cara Perindo menarik nelayan agar meletakkan hasil tangkapannya di SKPT Selat Lampa, salah satunya adalah harga yang atraktif. Dari kesaksian nelayan di sana, Perindo berani membayar hasil tangkapan mereka sedikit lebih tinggi dari harga pasar.

Kakap merah dan angoli misalnya dihargai Rp45 ribu-Rp55 ribu per kilogram, sementara kerapu bisa ditaksir Rp70 ribu-Rp95 ribu per kilogram, sementara tongkol bisa berkisar Rp16 ribu per kilogram.

Cerita Nelayan Menjala Rezeki di Natuna(CNN Indonesia/Safir Makki)

Kenaikan harga lebih tinggi terjadi pada gurita. Sebelumnya harga gurita di sana hanya sekitar Rp18 ribu per kilogram, namun kini harganya mencapai Rp40 ribu-Rp50 ribu per kilogram.

Faktor lain yang jadi andalan SKPT menarik para nelayan adalah suplai es batu dan solar. Untuk es batu, Perindo menyediakan gratis untuk para nelayan.
Setiap kapal nelayan yang bergabung di SKPT akan mendapat jatah es batu gratis. Untuk bahan bakar, nelayan diberi prioritas membeli solar seharga Rp5.150 per liter.

Nelayan Natuna juga kebagian jatah 60 kapal ikan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dari jumlah itu, baru 8 kapal yang sudah datang tiba, 16 kapal sedang dikirim, dan sisanya masih dalam proses produksi.

Nurrohman adalah salah satu penerima pertama bantuan kapal ini. Untuk kapal yang ia peroleh, Nurrohman menaksir harganya berkisar Rp2 miliar.

Dengan bantuan kapal dan potensi ikan yang begitu melimpah di Natuna, Nurrohman yakin masa depannya cerah. "Target saya punya kapal seperti ini dalam dua tahun."

Belum Menarik Nelayan Pulau Sekitar

Sebagai catatan, SKPT Natuna berada di bagian selatan pulau utama Kabupaten Natuna. Pulau utama Natuna dikelilingi oleh sejumlah pulau kecil lainnya. Sebagai pulau utama, pergerakan ekonomi kabupaten berada di sana.

Keberadaan SKPT Selat Lampa diakui oleh nelayan setempat membawa efek positif. Namun bagi nelayan di pulau-pulau kecil, masih ada kendala yang belum teratasi oleh SKPT itu.


Hanafi, nelayan sekaligus tokoh masyarakat di Kecamatan Pulau Tiga, menganggap jarak 30 menit dari tempat tinggalnya ke pulau utama sebagai dilema.

Soal bensin misalnya. Untuk mencapai Selat Lampa ia membutuhkan solar cukup banyak. Meskipun harga di SPBU khusus nelayan di Selat Lampa terjangkau, jarak yang terlalu jauh membuat perjalanan untuk membeli bensin di sana jadi tidak efisien.

Meski kenal baik dengan nelayan dan petugas di wilayah SKPT Selat Lampa, Hanafi belum mau bergabung di sana. Alasan jarak tadi jadi pemicunya.

"Sementara kami masih (produksi) sendiri di sini," kata Hanafi di beranda rumahnya di Pulau Tiga.


Pria paruh baya itu mengingatkan kepada pemerintah kabupaten agar bisa membantu nelayan di pulau-pulau kecil melaut seperti yang sudah dilakukan di pulau utama. Kalau kendala itu tak diatasi, ia takut kecemburuan sosial melanda nelayan di pulau-pulau kecil tadi.

Direktur Perijinan dan Kenelayanan KKP Saifuddin mengatakan sarana dan prasarana SKPT Selat Lampa sejatinya belum rampung dan sedang dalam tahap penyelesaian. Menurutnya akan butuh waktu sebelum SKPT Selat Lampa benar-benar berdampak ke seluruh nelayan di Kabupaten Natuna.

"Saat ini baru 90 persen," ujar Saifuddin.

Dari semua fasilitas utama yang ada, menurutnya tinggal satu yang belum terwujud yakni unit pengolahan ikan dan pelelangan ikan. Ketika dua fasilitas rampung, Saifuddin yakin keberadaan SKPT Selat Lampa, bisa lebih berdampak ke seluruh masyarakat Kabupaten Natuna. (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER